Lucy pernah bekerja di beberapa perusahaan. Terakhir menjabat direktur pada Hong Stone Investment Development Limited di Hong Kong, sebelum kemudian memutuskan jeda dari pekerjaan tersebut demi menikmati waktu untuk menikmati jalan-jalan.
Langkahnya singgah di Tukk & Co, sebuah kedai kopi di Melbourne milik teman kuliahnya di Universitas Melbourne, Jack Zhang, Xijiang Dai dan Max Li. Zhang merupakan insinyur perangkat lunak di Australia dan Selandia Baru, sementara Dai pemilik gelar master bidang rekayasa perangkat lunak. Adapun Li seorang arsitek.
Pada 2015 empat sekawan ini mendirikan Airwallex, perusahaan fintech yang memfokuskan pada pembayaran lintas negara dengan biaya transaksi terjangkau. Mengapa mereka tebersit untuk membangun bisnis?
Itu semua berawal dari rasa frustrasi mereka mengenai pembelian barang sebagai salah satu kebutuhan kedai kopi Tukk & Co. Saat itu mereka membeli cangkir dan label kopi dari pemasok di China untuk menghemat uang. Namun bukannya irit, pembayaran lintas negara ternyata sangat mahal.
Atas dasar itu mereka mencoba membuat solusi. Lahirlah gagasan untuk membuat perusahaan pembayaran lintas negara dengan ongkos lebih transparan dan terjangkau sehingga dinilai menguntungkan bagi pengguna.
“Ketika saya mengunjungi Max dan Jack, mereka langsung mengajukan ide ini kepada saya. Jack sedang mencari investasi dan saya mengenal lebih banyak investor daripada dia saat itu. Saya pikir itu adalah sesuatu yang layak untuk saya lakukan juga,” kata Lucy kepada Australia Financial Review.
Empat sekawan ini akhirnya mendirikan Airwallex. Zhang bertindak sebagai CEO, Dai sebagai kepala bagian teknologi, dan Li sebagai kepala bagian desain. Liu yang awalnya co-founder kemudian dalam perjalanannya menjadi presiden.