JAKARTA - Pentingnya kemudahan usaha hulu minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia. Hal ini pernah diutarakan Presiden Prabowo Subianto agar menyederhanakan regulasi yang ada.
Sebab, tanpa kemudahan usaha (ease of doing business), Indonesia sulit mencapai swasembada energi seperti Asta Cita Pemerintahan Prabowo Subianto. Bahkan, dengan potensi migas reatif besar yang dimiliki sekalipun.
"Tidak, tidak akan bisa (swasembada energi)," kata Pakar ekonomi dan bisnis Hamid Paddu di Jakarta, Rabu (18/6/2025).
Menurut Hamid, kemudahan usaha memang faktor penting. Ease of doing business bisa menjadi daya tarik bagi para investor. Melalui kemudahan tersebut, usaha hulu migas dapat berjalan, sehingga dapat meningkatkan produksi, mendukung ketahahan energi, dan pada akhirnya mampu menuju swasembada energi.
Dia menambahkan, untuk mencapai swasembada energi, hal utama yang harus dilakukan adalah dengan membuka peta pengelolaan sumber daya energi. Setelah itu, diikuti dengan kebijakan yang mendukung dan memberi kemudahan usaha. Termasuk penyederhanaan regulasi dan perizinan.
”Jika tidak ada regulasi yang cukup dan memudahkan, akhirnya usaha di bidang migas di Indonesia menjadi mahal sehingga orang tidak mau masuk ke bisnis itu,” ucapnya.
Di antara berbagai regulasi yang harus disederhanakan dan dipermudah, antara lain bidang investasi hulu migas dan bidang fiskal.
”Harus ada regulasi yang memudahkan investasi. Harus ada kemudahan melakukan kontrak, baik melalui joint venture, FDI atau melakukan sendiri. Harus memudahkan, karena berkaitan dengan penggunaan modal atau dana. Jika tidak, akan sangat mahal,” ujarnya.
Tidak hanya regulasi investasi, dia menyebut, pentingnya regulasi di bidang fiskal agar usaha hulu migas bisa jalan.
“Insentif itu dalam bentuk kebijakan fiskalnya. Apakah berkaitan dengan tax holiday dan semacamnya. Agar setelah penghitungan cost recovery, usaha hulu migas itu masih menguntungkan, baik bagi Danantara atau badan usaha,” ujarnya.
Tak kalah penting adalah penyederhanaan dan kemudahan berbagai perizinan. Dia sependapat, selama ini perizinan memang berbelit-belit dan membutuhkan waktu sangat lama. Padahal, KKKS tentu membutuhkan perizinan tersebut sesegera mungkin, agar bisa segera melakukan operasi.
”Selama ini kalau ada rencana investor masuk untuk KKKS untuk bidang energi membutuhkan empat sampai lima tahun untuk memperoleh izin. Padahal harusnya bisa selesai satu tahun saja, sehingga tahun kedua sudah bisa mengerjakan ladang-ladang migas yang berpotensi tersebut,” urainya.
Begitu pula perizinan di tingkat daerah, dia sependapat bahwa saat ini memang terlalu berbelit-belit dan bisa menghambat usaha hulu migas. ”Termasuk di Pemda. Itu sebaiknya diatur izin prinsipnya di pemerintah pusat,” jelas Hamid.
Pada pembukaan Indonesia Petroleum Association (IPA) Convention and Exhibition 2025 belum lama ini, Presiden Prabowo Subianto memang menyerukan pentingnya penyederhanaan regulasi. Hal itu juga terkait dengan rencana Pemerintah, yang akan melelang 60 Wilayah Kerja Migas (WK) dalam dua hingga tiga tahun ke depan. Langkah ini dilakukan untuk mengejar target lifting minyak sebesar 1 juta barel per hari pada 2029.
Demi terlaksananya rencana tersebut, Presiden meminta jajarannya untuk menyederhanakan regulasi yang ada.
"Tadi saya diberi laporan sekian puluh blok (WK) migas yang siap kita tawarkan secara besar-besaran. Saya minta badan-badan regulasi menyederhanakan regulasi. Saya ulangi, sederhanakan regulasi," ucap Prabowo saat itu.
(Taufik Fajar)