JAKARTA - Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Fadhil Hasan menyatakan ada kejanggalan dalam rilis Badan Pusat Statistik (BPS) tentang data pertumbuhan ekonomi nasional.
Menurutnya, klaim BPS yang menyebut pertumbuhan ekonomi telah mencapai 5,12 persen pada kuartal II-2025 cukup mengejutkan, mengingat sejumlah indikator ekonomi utama justru menunjukkan pelemahan.
Fadhil menyampaikan sejumlah leading indicators ekonomi nasional justru menunjukkan tren negatif, seperti pada penjualan kendaraan. Di mana secara wholesale turun 8,6 persen dan penjualan retail merosot hingga 9,5 persen dalam periode Januari hingga Juni 2025.
Selain itu, ia juga menyoroti penurunan konsumsi rumah tangga, kontraksi pada sektor manufaktur, penurunan investasi langsung (FDI) yang menyusut dari Rp217,3 triliun menjadi Rp202,2 triliun, hingga pertumbuhan kredit yang melemah serta peningkatan pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Dari 12 indikator utama, mayoritas justru menunjukkan pelemahan pada triwulan II 2025 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya," ungkap Fadhil dalam konferensi pers yang digelar secara virtual pada Rabu (6/8/2025).
Dengan melihat kondisi tersebut, Fadhil memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi riil Indonesia kemungkinan berada di bawah 5 persen.
Dia menekankan bahwa pelemahan ekonomi ini dirasakan secara nyata oleh berbagai sektor yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.
Fadhil pun mendorong agar pemerintah lebih transparan dan akuntabel dalam menyampaikan kondisi ekonomi nasional.
Dia menilai pernyataan pemerintah usai rilis data BPS, termasuk dari para Menteri Ekonomi, belum cukup menjawab berbagai anomali yang muncul.
"Saya kira pemerintah tidak cukup hanya kemudian setelah pengumuman ini memberikan pernyataan yang sifatnya itu berupa penjelasan, seperti yang disampaikan tadi malam oleh para Menteri Ekonomi, tapi pemerintah itu harus mendorong secara lebih mendasar memberikan jawaban-jawaban terhadap berbagai anomali ini, berbagai kejanggalan tersebut," tutupnya.
(Taufik Fajar)