JAKARTA - Pemerintah meyakini defisit dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 dapat mencapai 2,48 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Estimasi ini lebih rendah dibanding proyeksi 2025 sebesar 2,78 persen.
“Kita akan terus menjaga agar defisit itu dikelola dengan hati-hati,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Konferensi Pers RAPBN 2026 dan Nota Keuangan 2026 di Jakarta, Jumat (15 Agustus 2025).
Keseimbangan primer pada RAPBN 2026 diproyeksikan defisit Rp39,4 triliun, membaik dari defisit Rp109,9 triliun pada outlook 2025.
Sementara pembiayaan anggaran tahun depan diestimasi sebesar Rp638,8 triliun.
Dalam pemaparan, pembiayaan anggaran akan diprioritaskan dari sumber dalam negeri, diiringi pengembangan pembiayaan inovatif dan pengelolaan portofolio utang secara aktif.
Pemerintah juga bakal fokus mengoptimalisasi dan sinergi dengan Badan Layanan Umum (BLU), Special Mission Vehicle, Indonesian Investment Authority (INA), dan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara.
“Ada pembiayaan inovatif yang akan kita dorong, baik melalui Special Mission Vehicle, maupun kerja sama dengan BUMN termasuk dengan Danantara,” jelasnya.
Penggunaan Saldo Anggaran Lebih (SAL) akan dimanfaatkan sebagai fiscal buffer. Pemerintah juga akan meningkatkan akses pembiayaan investasi, serta memperdalam pasar keuangan domestik.
“Optimalisasi dan sinergi Badan Layanan Umum itu juga cukup besar, dan bisa menjadi alat untuk melakukan kebijakan pembiayaan,” ujarnya.
(Taufik Fajar)