JAKARTA – Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Said Iqbal mengungkapkan angka ideal untuk kenaikan upah minimum rata-rata secara nasional sebesar 8,5–10,5% pada 2026.
Said menjelaskan, angka tersebut didapatkan dari kalkulasi pertumbuhan ekonomi, ditambah inflasi, dan dibagi dengan indeks tertentu. Formula ini merupakan amanat dari putusan Mahkamah Konstitusi terkait gugatan formula kenaikan upah oleh Partai Buruh.
"Koalisi serikat pekerja KSPSI dan Partai Buruh menyatakan bahwa kenaikan upah minimum yang diusulkan kelompok buruh tetap 8,5–10,5 persen pada tahun 2026," ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (13/10/2025).
Lebih rinci, Said Iqbal mengatakan bahwa berdasarkan penghitungan data pertumbuhan ekonomi pada periode Oktober 2024 sampai September 2025, didapatkan angka 5,1–5,6 persen. Data dihitung mulai Oktober karena pengumuman kenaikan upah sendiri akan dilakukan setiap bulan November.
Sementara itu, data inflasi pada periode yang sama dihitung secara rerata sebesar 3,24 persen. Said Iqbal mengambil angka pertumbuhan ekonomi 5,2 persen dan menjumlahkannya dengan inflasi 3,24 persen. Hasilnya, didapatkan angka 8,4 persen sebagai dasar kenaikan upah ideal tahun 2026.
Untuk indeks tertentu, KSPSI menggunakan angka 1,0 persen, dengan mempertimbangkan penurunan angka kemiskinan dan pengangguran—indikasi bahwa kontribusi industri terhadap penciptaan lapangan kerja dan perekonomian daerah meningkat.
"Kami berpendapat indeks tertentu itu harus naik, dari 0,9 tahun lalu menjadi 1,0 tahun 2025 ini. Maka ketemulah angka 8,5 persen untuk kenaikan upah tahun 2026," sambungnya.
Said Iqbal menambahkan, di beberapa provinsi dengan pertumbuhan ekonomi yang signifikan, kenaikan upah bisa mencapai 10,5 persen. Sebagai contoh, Provinsi Maluku yang memiliki pertumbuhan ekonomi sekitar 30 persen.
"Maka kalau dipakai indeks tertentu 1,4, karena pertumbuhan ekonomi di atas 20 persen, maka ketemulah angka 10,5 persen," pungkasnya.
(Feby Novalius)