"Kita selalu men-challenge supaya juga bisa lebih cepat dan juga lebih accessible. Saya pernah mengajak teman-teman media ya ke pasar di Yogyakarta waktu itu ya bagaimana ibu-ibu pasar sebenernya yang mereka butuhkan mungkin pinjaman sebesar 500 ribu sampai 1 juta," jelas Kiki.
"Namun kalau mungkin rentenir itu Mereka lebih agresif. Untuk pembayaran mereka yang datang. Jadi kita men-challenge PUJK-PUJK di seluruh Indonesia untuk bisa juga semakin cepat semakin baik, semakin mudah," sambung dia.
Dia menjesakan menjelaskan pentingnya gelaran Bulan Inklusi Keuangan untuk mensejahterakan masyarakat di suatu daerah.
Bulan Inklusi Keuangan sendiri menjadi sarana edukasi OJK yang sesuai dengan Undang Undang (UU) OJK dan UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) Nomor 4 Tahun 2023.
"Inklusi keuangan itu bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jadi ada satu survei yang dilakukan oleh OECD tingkat literasi dan inklusi keuangan di suatu negara berhubungan positif dengan tingkat sejahteraan. Jadi sebagai kepala daerah tentu saja tujuan utama adalah meningkatkan sejahteraan masyarakat, nah ini kuncinya adalah salah satu di inklusi keuangan," tutup Kiki.
Sebelumnya Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025 mencantumkan, indeks literasi keuangan sebesar 66,46 persen, naik dibandingkan tahun lau sebesar 65,43 persen.
Kemudian, indeks inklusi keuangan sebesar 80,51 persen, naik dibandingkan inklusi keuangan 2024 yang sebesar 75,02.
"Kalau dilihat dari data yang ada untuk daerah perkotaan dan perdesaan, kita bisa melihat dari hasil survei adalah indeks literasi keuangan wilayah perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah perdesaan. Yaitu masing-masing sebesar 70,89 persen dan 49,6 persen,” pungkasnya.
(Taufik Fajar)