JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta para Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) untuk terlibat memberantas rentenir yang kerap menyulitkan masyarakat.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi menyatakan rentenir sudah ada sejak zaman dulu dan skema pinjamannya cenderung mencekik leher masyarakat.
"Makanya kita menantang PUJK, PUJK untuk bisa memberikan akses kepada masyarakat untuk mengakses pembiayaan, kredit, dan sebagainya dengan cara yang cepat, mudah dan dengan tingkat pengembalian yang reasonable," ujar Kiki sapaan akrabnya dalam pembukaan Puncak Bulan Inklusi Keuangan, Sabtu (18/10/2025).
Akan tetapi, ia mengakui jika para PUJK memiliki aturan tersendiri seperti proses Know Your Customer (KYC) sebelum memberikan akses pinjaman.
Hal itu biasanya meliputi sejumlah ketentuan yang membuat PUJK agak lebih lama dalam mencairkan pinjaman atau kredit ke masyarakat.
Hal itu yang kemudian membuat OJK ingin PUJK sederhanakan sehingga masyarakat bisa lebih mudah dan lebih cepat mendapatkan kredit.
"Kita selalu men-challenge supaya juga bisa lebih cepat dan juga lebih accessible. Saya pernah mengajak teman-teman media ya ke pasar di Yogyakarta waktu itu ya bagaimana ibu-ibu pasar sebenernya yang mereka butuhkan mungkin pinjaman sebesar 500 ribu sampai 1 juta," jelas Kiki.
"Namun kalau mungkin rentenir itu Mereka lebih agresif. Untuk pembayaran mereka yang datang. Jadi kita men-challenge PUJK-PUJK di seluruh Indonesia untuk bisa juga semakin cepat semakin baik, semakin mudah," sambung dia.
Dia menjesakan menjelaskan pentingnya gelaran Bulan Inklusi Keuangan untuk mensejahterakan masyarakat di suatu daerah.
Bulan Inklusi Keuangan sendiri menjadi sarana edukasi OJK yang sesuai dengan Undang Undang (UU) OJK dan UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) Nomor 4 Tahun 2023.
"Inklusi keuangan itu bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jadi ada satu survei yang dilakukan oleh OECD tingkat literasi dan inklusi keuangan di suatu negara berhubungan positif dengan tingkat sejahteraan. Jadi sebagai kepala daerah tentu saja tujuan utama adalah meningkatkan sejahteraan masyarakat, nah ini kuncinya adalah salah satu di inklusi keuangan," tutup Kiki.
Sebelumnya Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025 mencantumkan, indeks literasi keuangan sebesar 66,46 persen, naik dibandingkan tahun lau sebesar 65,43 persen.
Kemudian, indeks inklusi keuangan sebesar 80,51 persen, naik dibandingkan inklusi keuangan 2024 yang sebesar 75,02.
"Kalau dilihat dari data yang ada untuk daerah perkotaan dan perdesaan, kita bisa melihat dari hasil survei adalah indeks literasi keuangan wilayah perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah perdesaan. Yaitu masing-masing sebesar 70,89 persen dan 49,6 persen,” pungkasnya.
(Taufik Fajar)