Sementara itu, Peneliti Celios Attina Rizqiana menambahkan, pembatasan terhadap izin smelter nikel harus ditindaklanjuti dengan pembatasan pada IUPK perusahaan yang memiliki izin pertambangan, konsesi, maupun pengolahan nikel.
“Tidak luput, langkah tegas juga harus diambil terhadap perusahaan yang masih dalam tahap rencana pembangunan fasilitas, termasuk batas waktu pembatasan,” ungkap Kiki.
Celios juga mencermati adanya kontradiksi antara moratorium izin smelter dengan rencana Danantara yang ingin membangun smelter baru. Di tengah situasi pasar yang jenuh dan harga yang terus merosot, ditambah lagi dampak kerusakan lingkungan, kesejahteraan, dan kesehatan masyarakat yang semakin nyata akibat masifnya industri nikel, pemerintah Indonesia justru mengumumkan akan membiayai proyek smelter nikel milik Vale Indonesia (INCO) dan GEM Co. Ltd. (China) melalui program Danantara.
“Keputusan pemerintah di tengah kebijakan pembatasan izin smelter menunjukkan kontradiksi serius dalam arah kebijakan industri nikel nasional. Kontradiksi ini memperlihatkan inkonsistensi kebijakan: di satu sisi pemerintah berupaya menahan ekspansi, tetapi di sisi lain tetap mendorong investasi baru melalui skema pembiayaan negara,” kata Bhima.
(Feby Novalius)