JAKARTA - Kementerian Perdagangan (Kemendag) menilai banyaknya kasus produk makanan yang mengandung babi tidak murni kesalahan produsen. Pasalnya, aturan perdagangan di Indonesia memang tidak detail mengatur hal itu.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, hal ini tidak terlepas dari belum adanya peraturan yang jelas mengenai komposisi halal atau haram serta aturan detail dari produk tersebut.
"Begini ya, ada peraturan berlaku. (Produsen) berikan komposisinya. Sekarang dia boleh menjual. Sekarang yang jadi masalah, misalnya ditulis 'minyak binatang', itu diambil dari sapi, ikan, bahkan dari barang haram. Itu masalah penjabarannya, karena satu dari komposisinya dan lain. Bisa terjadi duplikasi dan tumpang tindih masalah itu," ucap Lutfi di kantornya, Jakarta, Jumat (30/5/2014).
Dia menambahkan, produsen tersebut jika ditanya benar atau salah, dia benar. Pasalnya, produk ini ketika diperiksa dan tidak halal itu bukan menjadi masalah karena sesuai peraturan standard nasional.
"Kalau misalnya salah atau tidak, mereka dalam range yang benar. Ketika diperiksa bahwa tidak halal, tapi memang persyaratan yang mereka buat itu bukan masalah halal dan tidak halal. Di sinilah pentingnya ketika masyarakat kita jadi kelas menengah yang baik dan kritis, perlu aturan yang padu dan lebih detail," tegas Lutfi.
Seperti yang diketahui saat ini marak beredar produk seperti biskuit dan coklat jenis Cadburry yang mengandung DNA babi tersebar di minimarket seluruh Indonesia.
Apalagi kata Lutfi, produk halal didaftarkan di Indonesia pada saat ini, sifatnya masih tidak wajib, tapi bisa didaftarkan untuk dapat halal dan hanya menjelaskan komposisi produk tersebut.
"Mereka tidak menyalahi aturan dan standard nasional yang dipakai. Apakah menyalahi halal tidak halal? Itu tidak halal. Tapi nggak ada keharusan di Indonesia yang jual produk halal atau tidak. Emang ada aturan yang tunjukkan halal atau tidak. Kita kan cuma dikasih peraturan yang tunjukkan komposisinya. Ada salah aturan? Tidak. Kemungkinan nggak halal? Kemungkinan nggak halal," pungkasnya.
(Rizkie Fauzian)