JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) meminta pemerintah menekan jumlah pinjaman luar negeri serta melakukan efisiensi dan efektivitas belanja negara guna menjaga besaran defisit dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Ketua BPK RI Rizal Djalil memaparkan, realisasi belanja negara dan transfer ke daerah sepanjang tahun 2013 tercatat mencapai Rp1650,56 triliun atau 95,62 persen dari anggaran tahun 2013. Sementara itu besaran defisit 2013 mencapai Rp211,67 triliun atau 138,08 persen dari besaran defisit tahun sebelumnya.
"Dalam struktur belanja, belanja pemerintah pusat merupakan pengeluaran yang terbesar dalam APBN yakni Rp 1.137,16 triliun atau 68,90 persen," tutur Rizal, ketika menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2013 kepada DPD RI, di Gedung Nusantara, Jakarta. Selasa (8/7/2014).
Berdasarkan paparan realisasi tersebut, defisit anggaran pada tahun 2013 meningkat dari tahun sebelumnya yang diikuti dengan peningkatan pembiayaan. Untuk itu, sambung Rizal, pemerintah harus meningkatkan efisiensi dan efektivitas belanja dan sekaligus menekan pinjaman luar negeri.
"Pemerintah juga harus meningkatkan perpajakan dan PNBP melalui ekstensifikasi dan intensifikasi sehingga lebih mandiri nanti," terangnya.
Dia menambahkan, dalam LKPP 2013, BPK memberikan opini wajar tanpa pengecualian, sama seperti opini 2012. Namun ada dua permasalahan yang menjadi pengecualian atas kewajaran LKPP 2013, yakni permasalahan piutang bukan pajak pada Bendahara Umum Negara (BUN) dan permasalahan Saldo Anggaran Lebih.
(Fakhri Rezy)