JAKARTA – Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo untuk menjadi Menteri Keuangan (Menkeu) di eranya, setelah selama dua tahun terakhir aktif sebagai Wakil Menteri Keuangan. Lantas, jika tidak diangkat menjadi Menkeu, mau kemana pria kelahiran 3 Oktober 1966 ini?
Kepada Okezone, Bambang mengungkapkan, akan meninggalkan Indonesia jika memang tidak lagi ada di pemerintahan. Menurut dia, jika jasanya tidak lagi dibutuhkan oleh Pemerintahan, maka dia cenderung memilih bekerja di lembaga internasional.

“Kalau enggak di pemerintahan lagi, saya lebih cenderung ke internasional. Kerja di lembaga internasional. Ngajar mungkin nanti-nanti lah, pada saat-saat sekarang lebih tertarik kerja,” kata dia kala berbincang dengan Okezone belum lama ini.
Menurut dia, sebagai staf pengajar di salah satu perguruan tinggi negeri terkemuka di Jakarta, dia tidak akan memilih pensiun dini. “Saya masih lama banget kalau pensiun, kalau pensiun jadi guru besar harus umur 70 tahun lho. Jadi masih 22 tahun lagi,” tambah dia.
Namun, dia membantah akan bekerja di lembaga yang sama dengan mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. “Enggak di World Bank, karena kan banyak organisasi internasional lainnya,” jelas Bambang.
Jadi Diplomat
Sebelum masuk dalam jajaran pemerintahan, Bambang mengungkapkan sudah bekerja di lembaga internasional, seperti Asian Development Bank (ADB). Tidak jauh berbeda, lanjut dia, dalam organisasi internasional tersebut, juga tidak terlepas dari politik. “Di sana juga politik, tapi modelnya office politic,” tuturnya.
Kesulitan lainnya, adalah masih minimnya peran Indonesia di Asia, sehingga jika ada dominasi seperti kelompok Asia selatan, Pakistan Bangladesh ada kelompok Afrika utara, maka Indonesia sebagai bagian dari Asia tenggara akan kesulitan untuk bisa menyesuaikan dengan kebijakan tersebut.
“Belum lagi kita misalkan punya anak buah dari berbagai bangsa, enggak gampang itu. Pertama bahasanya beda, budaya beda, cara kerjanya juga beda, sehingga itulah kerumitan bekerja di lembaga internasional, dan juga kita harus menngurusi beberapa negara yangg tidak familiar sama sekali sebelumnya,” katanya.
“Kalau di Indonesia, apapun sulitnya ini masih Indonesia, kalau di sana kita mikirin di situ ada Maroko sama UEA beda, Iran beda lagi pendekatannya. Jadi kita harus bertindak setengah diplomat di situ harus mengerti diplomasi lah, tidak harus jadi diplomat benar. Harus mengerti diplomasi karena kita menghadapi dari negara yang bersangkutan,” jelas dia.
Meki demikian, dia mengungkapkan Indonesia menjadi salah satu negara yang cukup dipandang. Pasalnya, meskipun defisit neraca berjalan besar, tapi mereka percaya ke depan prospek Indonesia masih bagus.
“Jadi mereka punya kepercayaan tinggi. Nah di antara negara-negara pas saya kerja di ABD, Indonesia sudah masuk di salah satu topnya karena negara G20 dari ADB cuma tiga, Indonesia, Turki, sama Arab Saudi dan yang demokrasi hanya Indonesia dan Turki, jadi kita sangat direspek lah untuk kelompok negara itu,” tutup dia.
(Rizkie Fauzian)