Pengamat energi dari Universitas Gajah Mada, sekaligus anggota dari Tim Reformasi, Fahmy Radhi, mengatakan bahwa banyak dari kilang-kilang yang produksinya sudah menurun masih dimanfaatkan. Padahal, produksi minyak yang menurun otomatis kuota impor migas akan lebih besar.
"Kilang minyak kita sudah seperti nenek-nenek. Produksi menurun otomatis kita musti impor. Nah impor wewenang Petral. Ini satu indikasi mafia yang bermain di situ," tuturnya usai menghadiri rapat dengan Pertamina di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (3/12/2014).

Padahal, dalam kurun waktu 10 tahun ini sudah banyak investor yang ingin masuk ke Indonesia untuk membangun kilang minyak. Namun hal itu jarang sekali terealisasikan. "Nah ini berarti ada apa-apanya. Ini yang akan kita telusuri. Kami belum bisa menunjuk siapa batang hidungnya," tambahnya.
Kendati demikian, Fahmy menjelaskan ada tiga pihak yang kemungkinan menjadi dalangnya. "Bisa saja Integrated Suply Chain (ISC), atau Petralnya sendiri yang berinisiatif. Atau bisa jadi ada orang yang mengendalikannya," kata dia.
"Intinya ada hubungannya antara pembangunan kilang minyak yang mandek dengan soal impor dan Petral," tambah dia.
(Martin Bagya Kertiyasa)