Namun, Kepala Staf Kepresidenan Luhut Panjaitan menyebutkan bahwa bantuan IMF justru merugikan pemerintahan ketika mengalami krisis moneter pada tahun 1998.
"Karena kalau kita lihat waktu dulu kita krisis itu bantuan diberikan malah terus terang merugikan Indonesia, tapi kita enggak punya pilihan waktu itu," tegasnya dalam acara Tropical Landscapes Summit: A Global Invesment Oppourtunity di Hotel Shangri-la, Jakarta, Senin (27/4/2015).
Ucapan Luhut juga sekaligus mengklarifikasi pidato Presiden Jokowi yang mengungkapkan bahwa permasalahan ekonomi dunia hanya dapat diselesaikan oleh lembaga-lembaga asing seperti World Bank, International Monetary Fund (IMF) dan Asian Development Bank (ADB) adalah pemikiran yang sudah usang dan harus dibuang.
Diakui Luhut, Indonesia masih membutuhkan pinjaman dari berbagai lembaga asing. Hal ini pun berlaku untuk mengembangkan investasi hijau (green economy) yang ditargetkan dapat tumbuh 20 persen pada tahun 2019.
"Enggak ada masalah. Yang dimaksud Presiden kan seperti IMF itu enggak bisa dong formatnya mendikte kita. Kalau mau bantu kita silahkan saja. Tapi sekarang enggak ada karena bantuan dari IMF," tegasnya.
Menurut Luhut, Indonesia membutuhkan pinjaman dari berbagai lembaga asing karena bunganya sangat kecil, jika dibandingkan perbankan. Mengingat, pemerintahan Jokowi-JK membutuhkan dana besar untuk pembangunan infrastruktur.
"Sekarang juga kita tidak againts World Bank karena bisa saja kita kalau pinjam dari World Bank untuk dana-dana infrastruktur karena bunganya murah 0,5 persen. Kita tidak against itu," tukasnya.
(Rizkie Fauzian)