Di kesempatan yang sama, Wakil Ketua Umum ASTRULI (Asosiasi Industri Rumput Laut Indonesia) Sasmoyo S. Boesari mengatakan, kendala utama persaingan rumput laut adalah dalam hal pengadaan bahan baku serta kalah bersaing dengan negara importir terbesar China yang mendapatkan insentif pengembalian pajak dari pemerintahnya.
"Bahan bakunya melimpah, tapi karena ekspor ini bebas dan negara importir China mendapatkan insentif dari negaranya berupa pengembalian fiskal sebesar 15-35 persen, sehingga industri dalam negeri otomatis kalah bersaing dengan mendapatkan bahan baku," tutur dia
Dengan demikian, Sasmoyo menilai, dikenakannya bea masuk terhadap raw material (bahan baku mentah), maka akan dapat bersaing dengan importir rumput laut terbesar dari China. "Ekspor raw material akan ada bea keluar, sehingga bisa bersaing dengan yang 15-35 persen tadi," imbuhnya.
Oleh karena itu, dia berharap pemerintah Indonesia dapat lebih memberikan dalam bentuk dukungan fasilitas untuk industri dalam negeri. "Kita inginkan kebijakan dari pemerintah Indonesia untuk industri dalam negeri. Antara lain, insentif dalam bidang bunga, seperti bunga perbankan, penyederhanaan izin, bea keluar dan sebagainya," pungkasnya.
(Martin Bagya Kertiyasa)