JAKARTA - Pelemahan nilai tukar Rupiah ke kisaran level Rp13.000 per USD diyakini masih akan berlanjut sepanjang 2015. Bank Indonesia (BI) memprediksi, nilai tukar Rupiah akan berada pada range Rp13.000-Rp13.200 di tahun ini.
Gubernur BI Agus DW Martowardojo mengatakan, Bank Sentral masih mengamati adanya dampak normalisasi kebijakan the Fed. Sementara di dalam negeri, BI masih mencermati defisit Current Account Defisit (CAD) yang masih berlangsung.
"Pada 2016 range Rupiah diprediksi akan berada pada Rp13.000-Rp13.400 per USD. Ini juga mengikuti komitmen pemerintah pusat (Pempus) dan pemerintah daerah (Pemda) yang akan terus melakukan reformasi struktural yang perlu dilakukan secara terukur," jelas dia di Badan Anggaran Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (28/5/2015).
Di sisi lain, dia melihat reformasi secara struktural perlu diberlakukan untuk memperkuat daya tahan ekonomi dalam negeri. Terutama dalam menghadapi dampak atas adanya tekanan, baik dari normalisasi The Fed maupun perkembangan ekonomi dunia.
Lebih lanjut Agus menjelaskan, nilai tukar Rupiah yang mengalami tekanan pada kuartal I sejalan dengan penguatan dolar Amerika Serikat (AS). Meskipun Rupiah sempat menguat sebesar 4,4 persen (qtq) ke posisi Rp12.807 per dolar AS, lantaran ditopang oleh pertumbuhan ekonomi (PE) AS yang terus membaik serta kebijakan Quantitave Easing (QE).
"Rupiah sempat menguat pada April sejalan dengan koreksi dolar AS serta membaiknya ekonomi domestik. Sedangkan, penguatan Rupiah sekira 0,59 persen dari Rp13.066 ke Rp12.944 pada Maret terjadi karena perbaikan ekonomi domestik ditopang olah neraca pembayaran Inflasi," ujarnya.
Dia melihat, pergerakan kurs tersebut tidak terlepas dari neraca pembayaran yang surplus ditopang CAD. Tercatat, CAD sebesar USD3,8 miliar atau 1,8 persen dari PDB. "Lebih rendah dari USD5,7 miliar atau 2,6 persen pada bulan sebelumnya atau USD4,1 miliar atau 1,9 persen di kuartal 1 2014," tandasnya.
(Martin Bagya Kertiyasa)