JAKARTA - Satuan Kerja Khusus Pelaksanaan Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) mengungkapkan investor asing keberatan melakukan kegiatan eksplorasi Minyak dan Gas di Indonesia.
Kadiv Humas SKK Migas Kementerian ESDM, Elan Biantoro, menjelaskan beberapa alasan yang membuat yang menjadi pertimbangan investor asing antara lain, belum jelasnya izin eksplorasi, biaya dan risiko kesuksesan eksplorasi ditanggung sendiri, serta tingkat dukungan pemerintah terhadap investor Migas pun kurang.
"Semestinya kan kita kasih mereka karpet merah dan kawal mereka dalam kegiatan eksplorasinya. Seperti Vietnam, mereka kawal para investornya. Investor dibuat nyaman, meski kita tidak tahu di belakang maksud dan tujuannya apa kan. Tapi buat nyaman dulu," kata dia di Cikini, Jakarta, Selasa (1/12/2015).
Elan mencontohkan, ConocoPhillips yang lakukan eksplorasi Migas di Indonesia dengan waktu 10 tahun. Namun, sebelum mendapatkan hasil, daerah eksplorasinya dijadikan Taman Nasional. "Kalau sudah dinyatakan jadi Taman Nasional mana bisa lagi dieksplorasi," ujarnya.
SKK Migas pun mencari area lain dengan potensi Migas yang telah diperhitungkan sebelumnya. Setelah mendapatkannya ConocoPhillips diberikan perpanjangan eksplorasi lima tahun. Namun lagi-lagi, ketika baru tiga tahun berjalan, terjadi perubahan otonomi daerah. "Saya tidak bisa bilang di area mananya. Tapi itu lah yang terjadi. Akhirnya pun investor cari investasi lain," terangnya.
Menurutnya, jika hal ini terus terjadi maka Indonesia tidak akan bisa menemukan 43 miliar cadangan minyak baru. Pasalnya, investor asing pun sulit mengeksplorasi Migas di Indonesia.
"Kita tidak punya teknologi untuk itu, dan risiko pun dipertimbangkan. Karena itu, yang bisa eksplorasi yang investor asing. Saya berharap, izin dan lainnya untuk investor asing Migas pun ditetapkan dan diperjelas, supaya minat eksplorasi meningkat," paparnya.
(Martin Bagya Kertiyasa)