JAKARTA - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, profesi penilai aset di Indonesia harus mampu bersaing dengan profesi penilai aset di negara lain. Pasalnya, profesi penilai aset di negara lain mengincar pekerjaan (lahan) di Indonesia. Terlebih lagi, saat ini sudah memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Menurut Bambang, profesi penilai aset memiliki tantangan tersendiri di era pasar bebas ASEAN. Kondisi ini menuntut profesi penilai aset lebih kreatif, mengikuti perkembangan internasional dan meningkatkan kapasitas berkelanjutan hingga meningkatkan integritas.
"Tapi persaingan global bukan ancaman. MEA memang bisa menjadi ancaman, sekaligus peluang. Ancaman karena pergerakan lebih bebas," ucap Bambang, Jakarta, Jumat (29/1/2016).
Bambang menjelaskan, untuk ancaman ini yakni persaingan antara penilai aset Indonesia dengan penilai aset dari Filipina, Malaysia, Thailand untuk mencari lahan (pasar) di dunia.
"Penilai dari Filipina, Thailand, Malaysia juga mencari lahan di Indonesia. Ini tantangan dan ancaman. Untuk itu kualitas bapak dan ibu tidak boleh kalah dari negara lain," tegas Bambang.
Selain melihat adanya ancaman, Bambang menyebut era MEA juga merupakan sebuah peluang bagi Indonesia, termasuk para penilai untuk mencari pasar di negara-negara ASEAN.
"Jangan sampai kita defensif, supaya lahan kita tidak digerogoti. Seperti kebanyakan pengusaha, saat kondisi sulit, selain antisipasi, jika ada ancaman, perlu juga mencari peluang," jelasnya.
Bambang pun meminta, para penilai aset Indonesia dapat menggarap pasar potensi di negara ASEAN lainnya, seperti negara Myanmar yang kini tengah menggerakkan ekonominya dari ekonomi tertutup menjadi terbuka.
"Seperti di Myanmar, barangkali bisa jadi lahan bapak ibu semua karena sekarang ekonominya terbuka, jadi prospeknya pasti bagus. Dalam konteks MEA, selain berpikir muncul ancaman dan tantangan, tapi lebih melihat peluang," tukasnya.
(Fakhri Rezy)