JAKARTA - Pertumbuhan industri keramik tahun ini diharapkan mencapai 400 juta meter persegi. Meskipun hingga kuartal pertama 2016, pertumbuhan itu belum juga terlihat.
Menurut Ketua Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Elisa Sinaga, salah satu penghambat yang menahan laju pertumbuhan industri keramik adalah harga gas yang tidak kompetitif seperti negara-negara lainnya di kawasan Asia Tenggara.
"Banyak industri di kita yang mengurangi produksi, maka kita butuh uluran tangan pemerintah, salah satunya adalah penetapan turunnya harga gas," ujar Elisa saat pameran Keramika 2016, Megabuild Indonesia, dan Jakarta Design Week 2016, di Jakarta, Kamis (17/3/2016).
Menurutnya, jika industri keramik Indonesia ingin memiliki daya saing dengan negara lain, pemerintah perlu menurunkan harga energi salah satunya adalah gas.
"Jadi gini, kalau kita mau berdaya saing tinggi, pemerintah perlu mengatur ekualiti salah satunya energi," tuturnya.
Dia menggambarkan, biaya energi khususnya harga gas di Malaysia hanya sekira USD5, di Thailand dengan impor gas hanya sebesar USD8, sedangkan di Indonesia saat ini sebesar USD9.
Sebelumnya, Elisa berharap agar pemerintah dapat segera merealisasikan deregulasi kebijakan dalam Paket Ekonomi III yang saat ini masih tertunda, di mana harga gas yang ditetapkan untuk industri sebesar USD7 million metric british thermal unit (MMBTU).
(Rizkie Fauzian)