JAKARTA - Lembaga pemeringkat Standard & Poor's (S&P) Rating Services belum menaikkan peringkat Indonesia pada level layak investasi atau investment grade. Padahal, delegasi S&P sebelumnya sudah menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada pertengahan Mei 2016.
Menanggapi hal ini Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengatakan, pihaknya menghormati keputusan S&P yang belum bisa menaikkan peringkat tersebut.
"Kalau seandainya S&P belum bisa memberikan penilaian yang lebih baik tentu kita hormati bahwa itu adalah keputusan dari S&P," kata Agus di Gedung BI (1/6/2016).
Namun Agus meyakini, Indonesia telah berusaha menjelaskan mengenai kebijakan yang telah dan akan diterapkan Indonesia. Bahkan penjelasan diberikan dalam lima aspek meliputi pemerintahan, ekonomi, eksternal maupun moneter dan fiskal.
"Kita sudah berikan status untuk kelima aspek, kalau salah satu dari lima masih ada kurang kami merasa itu hak dari S&P," tegas Agus.
Untuk diketahui, dalam riset resmi S&P, Jakarta, Selasa (1/6/2016), rating utang Indonesia masih di level BB+ untuk surat utang jangka panjang dan B untuk surat utang jangka pendek.
"Dalam pandangan kami, kerangka fiskal Indonesia telah membaik, di mana terdapat peningkatkan kualitas belanja publik dan membuahkan hasil fiskal yang melebihi prediksi. Namun, kinerja fiskal belum membaik secara siklus dan struktural," kata riset S&P.
"Oleh karena itu kami menegaskan peringkat utang jangka panjang masih di level BB+ dan B untuk utang jangka pendek," sambungnya.
Menurut S&P, prospek positif mencerminkan kemungkinan bahwa Indonesia dapat meningkatkan peringkat jika kerangka fiskal membaik dan memberikan kinerja fiskal yang lebih baik, sehingga defisit menurun dan pinjaman tetap rendah.
(Fakhri Rezy)