Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Inovasi Iskandar Jadikan BUMN Produsen Vaksin Kian Mendunia

Kurniasih Miftakhul Jannah , Jurnalis-Jum'at, 12 Agustus 2016 |09:54 WIB
Inovasi Iskandar Jadikan BUMN Produsen Vaksin Kian Mendunia
Ilustrasi : Okezone
A
A
A

SIAPA sangka ternyata Indonesia memiliki perusahaan negara yang memproduksi vaksin dan dipasarkan ke luar negeri. Bahkan sedikitnya ada 57 negara, khususnya di Jazirah Arab dan sekitarnya, yang menggunakan vaksin produk Bio Farma dari Indonesia.

Ya, PT Bio Farma (Persero) adalah perusahaan BUMN yang memproduksi vaksin untuk mendukung program imunisasi di Indonesia dan negara lainnya. Bio Farma adalah satu-satunya produsen vaksin terbesar di Asia Tenggara (ASEAN).

Dalam laporan tahunan pada 2015, Bio Farma mencatatkan nilai penjualan bersih produk untuk sektor pemerintah selama lima tahun terakhir. Rinciannya adalah Rp476,89 miliar pada 2011; Rp515,25 miliar pada 2012; Rp548,72 miliar pada 2013; Rp547,72 miliar pada 2014; dan Rp570,61 miliar pada 2015.

Sedangkan untuk sektor swasta adalah Rp69,95 miliar pada 2011; Rp72,47 miliar pada 2012; Rp82,10 miliar pada 2013; Rp130,12 miliar pada 2014; dan Rp139,48 miliar pada 2015.

Khusus penjualan ekspor, Bio Farma mencatatkan nilai penjualan paling tinggi dibandingkan dua segmen lainnya. Penjualan itu terdiri dari Rp781,88 miliar pada 2011; Rp849,91 miliar di 2012; Rp1,22 triliun pada 2013; Rp1,36 triliun di 2014; dan Rp1,63 triliun pada 2015.

Nilai total penjualan bersih Bio Farma sendiri meningkat 53,83 persen dari Rp1,32 triliun pada 2011 menjadi Rp2,34 triliun pada 2015.

Ada satu sosok yang sangat berpengaruh dalam perjalanan Bio Farma yakni Iskandar yang menjabat sebagai direktur utama di BUMN produsen vaksin ini.

Pria kelahiran Sukabumi, 25 Desember 1955, tersebut menjabat sebagai direktur utama sejak 2009. Dia telah meniti karier di Bio Farma selama lebih dari 30 tahun.

Iskandar pernah menempati berbagai posisi manajerial, seperti Kepala Bagian Produksi Infus (1988), Kepala Bagian Produksi Lain (1994), Kepala Divisi Logistik (2002), Kepala Divisi Penelitian dan Pengembangan (2005), serta Direktur Perencanaan dan Pengembangan (2007).

Ia juga aktif di berbagai forum industri vaksin dunia. Saat ini Iskandar menjadi salah satu anggota Board of Trustees di International Vaccine Institute (IVI) Korea, sebagai Chairman program Self Reliance Vaccine Production-Islamic Development Bank (SRVP-IDB), dan Anggota Dewan Riset Vaksin Nasional.

Iskandar memperoleh gelar magister dari program Pascasarjana Bidang Manajemen Keuangan, Universitas Padjadjaran Bandung (2004), meraih gelar Apoteker ( 1981), dan Sarjana (1980) dari Jurusan Farmasi Institut Teknologi Bandung.

"Bio Farma fokus dengan melakukan inovasi dan menerapkan strategi menuju perusahaan life science," kata Iskandar dalam laporan tahunan 2015.

Ia menjelaskan, perjalanan panjang Bio Farma hingga kini telah bertransformasi menjadi produsen vaksin dan antisera kelas dunia bermula ketika pemerintah kolonial Hindia Belanda mendirikan Parc-Vaccinogène (Lembaga Pengembangan Vaksin Negara) pada 6 Agustus 1890.

Sejak awal berdiri, Parc-Vaccinogène fokus pada berbagai penelitian untuk memberantas penyakit menular hingga akhirnya Parc-Vaccinogène menjalin kerjasama dengan Institut Pasteur untuk melakukan penelitian mengenai mikrobiologi, sehingga lembaga ini berubah nama menjadi Parc-Vaccinogène en Instituut Pasteur.

Sejalan dengan perkembangan zaman, perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan nama dan badan hukum. Kemudian hingga pada 1997, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1997, perusahaan berubah menjadi perusahaan perseroan (persero) yang sahamnya sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan nama PT Bio Farma (Persero).

“Di sisi lain, pemain multinasional memandang pasar Indonesia dan kawasan ASEAN sebagai pasar yang sangat potensial. Hal ini merupakan ancaman nyata yang harus siap dihadapi oleh Bio Farma. Bio Farma harus meningkatkan strategi pemasaran terutama untuk meraih pangsa pasar domestik non-pemerintah atau sektor swasta lebih besar lagi,” ungkap dia.

Di komunitas ASEAN, Bio Farma melakukan langkah strategis melalui realisasi center of excellence industri vaksin dengan melakukan sinergi di negara ASEAN yang sedang melangkah ke industri farmasi dengan melakukan kerjasama transfer teknologi vaksin.

Peluang lain yang ingin dimasuki adalah pasar negara-negara Islam. Bio Farma mencermati potensi perkembangan negara-negara Islam di Asia, Afrika, dan negara-negara Eropa Timur yang populasinya diprediksi akan meningkat signifikan dalam beberapa tahun ke depan. Di samping itu, pasar negara-negara Uni Emirat Arab.

“Bio Farma tetap percaya diri karena sebagai produsen vaksin di komunitas negara-negara Islam posisi Bio Farma teratas dibandingkan negara Islam lainnya. Pendekatan ke negara-negara Islam telah dirintis melalui komunitas Organisasi Kerjasama Negara Islam (OKI),” ungkap dia.

Dengan pengalaman yang lengkap pada berbagai forum global seperti sebagai penyelenggara TCTP (Third Country Training Program),Komite Eksekutif dan Presiden DCVMN (Developing Countries Vaccine Manufacturer Network) dan GAVI (GlobalAlliance of Vaccine Initiative), Bio Farma yakin mampu mengemban tugas menjadi pemimpin dalam rangka pembentukan centre of excellent untuk pengembangan produk biologis bagi negara-negara Islam.

Dalam menjalin kemitraan, strategi pemasaran tidak lagi bicara mengenai persaingan, harga, dan mutu. Tetapi lebih ke arah menyamakan persepsi mengenai pentingnya keamanan vaksin global (Global Vaccine Security) yang mencakup jaminan produksi vaksin, jaminan alokasi pembiayaan vaksin dan perkiraan kebutuhan vaksin baik nasional maupun global, tentang green industry, tentang GRC (governance, risk management, compliance), dan tentang world class CSR (tanggung jawab sosial perusahaan).

Dinamika naik-turunnya suatu perusahaan pernah mewarnai perjalanan Bio Farma. Pernah mengalami masa keemasan saat di bawah pimpinan Nijland di mana berbagai inovasi, peningkatan kualitas kinerja maupun kuantitas produk terjadi secara signifikan pada masa itu. Kemudian saat dipimpin oleh Otten, lembaga ini berhasil naik ke tingkat lebih tinggi lagi dengan berhasil diproduksinya vaksin cacar kering yang tidak terpengaruh oleh tempat, jarak dan temperatur tropis sehingga pada 1934, Departemen Kesehatan RI mencatat vaksin Otten ini mampu menurunkan kematian hingga 20 persen dari angka semula.

Sayangnya pada 1980-an, Bio Farma mengalami semacam ketidakjelasan masa depan. Sebagai BUMN, jelas tidak berorientasi profit, sedangkan sebagai lembaga penelitian juga tidak tergambar dari susunan staf dan tenaga ahlinya.

Hingga akhirnya Menteri Kesehatan menunjuk Darodjatun dan Djoharsyah Meuraxa sebagai Direktur Utama dan Direktur Pemasaran dan Keuangan pada Desember 1988. Pasangan ini melakukan berbagai perbaikan signifikan dari mulai kinerja produksi, pemasaran, dan pendapatan.

Bio Farma kini telah masuk ke daftar prakualifikasi Badan Kesehatan Dunia (WHO). Vaksin yang diproduksi Bio Farma terdiri dari vaksin virus (vaksin campak, vaksin polio oral, dan vaksin hepatitis B), dan vaksin bakteri (vaksin DTP, vaksin TT, vaksin DT, dan Vaksin BCG).

Sejak 1997 hingga kini, Bio Farma memasok vaksin ke banyak negara melalui UNICEF, PAHO dan pembeli lainnya. Saat ini kapasitas produksi mencapai sekira 1,1 miliar dosis.

Sampai sekarang Bio Farma terus melakukan inovasi, kerjasama riset dan pengembangan produk baru dengan lembaga serta universitas nasional maupun global. Sejak 2011, Bio Farma menjadi penggagas pembentukan Forum Riset Vaksin Nasional (FRVN) yang bertujuan untuk kemandirian vaksin menuju Dekade Vaksin 2011–2020.

Inisiatif ini diawali dengan terjalinnya kolaborasi antara industri, pemerintah dan perguruan tinggi untuk membangun komitmen bersama menuju kemandirian riset dan produksi vaksin nasional untuk mendorong percepatan penelitian agar hasilnya dapat dirasakan dan dimanfaatkan untuk masyarakat.

Bio Farma telah menyusun roadmap dalam rangka mendukung riset dan pengembangan vaksin masa depan. Roadmap ini pun diharapkan dapat mewujudkan vaksin terjangkau dalam mendukung program Dekade Vaksin 2011–2020 dengan melakukan beberapa riset dan pengembangan vaksin unggulan quick win, yaitu Vaksin Rotavirus, Vaksin SIPV (Sabin Inactivated Polio Vaccine), serta beberapa kandidat vaksin lain yang masih dalam tahap proof of concept.

Saham Bio Farma 100 persen dimiliki oleh negara. Dengan modal dasar Rp2 triliun terdiri dari 2 juta lembar saham dengan nominal sebesar Rp1 juta per lembar saham. Perseroan memiliki modal ditempatkan Rp750 miliar terdiri dari 750 ribu lembar saham dengan nilai nominal sebesar Rp1 juta per lembar saham.

(Raisa Adila)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement