JAKARTA - Hari Tani Nasional menjadi momentum pemerintah untuk merangkul para petani kecil serta melibatkan dalam seluruh program pemerintah. Hari besar bagi para petani tersebut diperingati tanggal 24 September.
Pengamat Pertanian Dwi Andreas Santosa mengatakan, pemerintah selama ini dianggap tidak pernah melibatkan petani dalam seluruh kebijakannya.
"Petani perlu diberi akses untuk menetapkan kebijakan di semua level, karena selama ini tidak pernah ditanyakan ke petani, seperti kemarin Permendag yang tidak pernah ditanyakan ke petani," kata Andreas saat dihubungi Okezone, Jakarta, Sabtu (24/9/2016).
Tidak adanya keterlibatan petani pada setiap kebijakan di sektor pertanian dianggap tidak memuluskan pemerintah dalam meningkatkan tingkat kesejahteraan petani di Indonesia.
(Baca Juga: Pemerintah Salah Langkah dalam Antisipasi Kesejahteraan Petani)
Terbukti, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir terdapat 5 juta keluarga tani yang beralih profesi bahkan menjual lahan taninya lantaran sudah tidak mampu bertahan hidup jika penghasilannya dari bercocok tanam.
Bahkan, jika dilihat seperempat abad ini luasan tanah yang dikembangkan untuk sektor pertanian hanya tumbuh 2,96 persen, bertolak belakang dengan peningkatan jumlah lahan yang dikuasai para pengembang dengan peningkatan 144 persen selama seperempat abad.
"Itu terjadi ketimpangan agraria di Indonesia, ada ketidakadilan terhadap pembagian aset itu, dan yang terkena petani," tambahnya.
Saat ini, pemerintah hanya memfokuskan program swasembada dan juga peningkatan produksi pangan tanpa memperdulikan tingkat kesejahteraan. Jumlah petani di seluruh Indonesia sebesar 26,1 juta keluarga tani, yang mana 77 persen merupakan petani kecil dengan pendapatan Rp1,030 juta per bulan atau paling rendah dibandingkan UMP terendah di seluruh Indonesia.
"Jadi Hari Tani Nasional itu menjadi momentum bagi pemerintah lebih mementingkan petani kecil dengan cara-cara yang tadi," tandasnya.
(Dani Jumadil Akhir)