JAKARTA - Harga rumah di London pada 2016 tercatat tumbuh. Namun, pertumbuhannya masih tergolong lambat untuk pertama kalinya sejak 2008 bila dibandingkan dengan rata-rata nasional. Demikian menurut Indeks Harga Rumah terbaru Nationwide.
Pemberi pinjaman hipotek menempatkan pertumbuhan harga rumah Inggris pada 2016 sebesar 4,5%, tingkat yang sama seperti 2015. Pertumbuhan harga di London turun menjadi 3,7%. Angka ini turun bila dibandingkan 2015 yang sempat menyentuh 12,2%.
Kepala Ekonom Nationwide Robert Gardner mengatakan ada tanda-tanda bahwa periode signifikan di London ini hampir berakhir.
"Untuk tahun pertama sejak 2008, pertumbuhan harga rumah tahunan di London lebih rendah daripada rata-rata Inggris, dengan harga meningkat 3,7% dari tahun ini, turun dari 12,2% di tahun 2015," ujarnya sebagaimana dilansir dari laman Business Insider, Senin (2/1/2016).
London tetap menjadi kota termahal di Inggris dalam hal membeli rumah. Harga rata-rata untuk sebuah rumah di ibukota adalah 473.073 poundsterling atau Rp7,8 miliar (mengacu kurs Rp16.508 per poundsterling), dibandingkan dengan 205.937 poundsterling atau Rp3,4 miliar secara nasional.
Gardner mengatakan pertumbuhan harga rumah secara nasional telah stabil pada 2016. Pertumbuhan harga rumah di Inggris yang kuat dan sedikit lebih tenang di Wales, Skotlandia, dan Irlandia Utara.
Dia mengatakan perlambatan ekonomi yang diperkirakan oleh Bank of England untuk 2017, akan menghasilkan pertumbuhan harga rumah sederhana lebih lambat, dan diperkirakan hanya akan mampu meraup keuntungan kecil sekitar 2% selama setahun. Mengingat Bank of England memprediksi kenaikan 2,7% inflasi tahun depan, kenaikan nominal 2%, maka akan benar-benar mewakili terjadinya penurunan pada modal.
"London jelas telah menderita lebih dalam soal harga daripada di tempat lain di negara ini. Kebalikan dari apa yang kita lihat pada awal tahun dan untuk sebagian besar 2015. Ujian sesungguhnya bagi pasar akan datang di tahun baru awal, ketika kita melihat apakah tetap melanjutkan suku bunga KPR yang rendah dan kurangnya pasokan perumahan terbukti lebih relevan daripada ketidakpastian atas pengangguran, inflasi dan lebih luas ekonomi pasca-Brexit," ujar mantan Ketua Royal Institute for Chartered Surveyors Jeremy Leaf.
(Rizkie Fauzian)