JAKARTA - Keberadaan Financial Technology (Fintech atau Teknologi Keuangan) yang berkembang saat ini dinilai sarat dengan aksi pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Hal tersebut seperti dikatakan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin. Menurutnya, di balik kemudahan yang disediakan oleh fintech, memiliki risiko penyalahgunaan oleh pihak tak bertanggungjawab.
"Risiko yang sudah terasa di balik kemudahan yang disediakan financial technology (Fintech) dan cyber crime adalah risiko penyalahgunaan untuk aksi terorisme dan tindak pidana ekonomi," ujarnya dalam konferensi pers di Kantor PPATK Jakarta, Senin (9/1/2017).
Hal itu pun disayangkan, karena kehadiran Fintech sebenarnya diperuntukkan memudahkan masyarakat terkait kegiatan mengenai keuangan.
"Keberadaan fintech sejatinya bertujuan untuk membuat masyarakat lebih mudah mengakses produk-produk keuangan, mempermudah transaksi dan juga meningkatkan literasi keuangan," jelas Kiagus.
Untuk menangani masalah-masalah tersebu, PPATK telah membentuk desk terkait masalah-masalah itu, di antaranya desk fiscal, desk narkotik dan terorism, serta desk fintech dan cyber crime.
"Desk ini akan bekerja sama dengan pihak terkait seperti Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, BNN (Badan Narkotika Nasional), BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme), dan aparat penegak hukum lainnya," tambahnya.
(Raisa Adila)