Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Dramaturgi Freeport, Chappy Hakim dan Kekayaan di Bumi Cendrawasih

Koran SINDO , Jurnalis-Minggu, 19 Februari 2017 |13:10 WIB
Dramaturgi Freeport, Chappy Hakim dan Kekayaan di Bumi Cendrawasih
A
A
A

JAKARTA - Chappy Hakim hanya mampu bertahan 3 bulan menjabat sebagai Presiden Direktur Freeport Indonesia. Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) dinilai Freeport McMoran tidak mampu menyelesaikan masalah Freeport Indonesia dengan pemerintah.

Mengutip sumber Litbang Koran Sindo, Minggu (19/2/2017), tercatat ada beberapa kisruh Freeport dengan pemerintah yang membuat Chappy Hakim mesti mundur dari jabatannya.

Pada 11 Januari 2017

pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 tentang perubahan keempat atas PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Mineral dan Batubara.

Beberapa poin penting pada PP No.1/2017, pertama, perusahaan tambang Kontrak Karya (KK) wajib melakukan pemurnian mineral di Indonesia dengan membangun smelter. Jika tidak, mereka dilarang mengekspor konsentrat. Kedua, perusahaan bisa melakukan ekspor apabila KK diubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), dan ketiga, kewajiban divestasi 51% saham dalam kurun waktu 10 tahun bagi perusahaan asing.

Pada 12 Januari 2017,

Seiring berlakunya PP Tersebut, Freeport Indonesia tidak bisa mengekspor konsentrat. Dengan begitu ini menjadi persoalan besar, Freeport mengklaim konsentrat tembaga mereka terpaksa ditimbun di gudang. Gudang itu pun penuh saat ini.

Pada 10 Februari 2017,

Karena hal tersebut, perusahaan tambang milik McMoran mengancam memberhentikan operasi tambang karena tidak diberi izin ekspor konsentrat. Belakangan mereka mengonfirmasi produksi telah berhenti dan 30.000 pekerja terancam dirumahkan.

Pada 17 Febuari 2017,

Guna menyelesaikan masalah ini, pemerintah lewat Kementerian ESDM, menerbitkan izin rekomendasi ekspor bagi Freeport Indonesia. Keputusan ini diambil setelah Freeport mendapatkan status IUPK.

Akan tetapi, Freeport ternyata enggan menerima status IUPK karena menganggap pemerintah tidak mengakomodasi keinginan mereka sebelum menerbitkan izin. Di mana Freeport menghendaki aturan pajak dan royalti di IUPK bersifat naildown sebagaimana aturan di KK, yakni besaran pajak dan royalti yang dibayarkan Freeport bersifat tetap dan tidak ada perubahan hingga masa kontrak berakhir.

Namun, kehendak Freeport bertolak belakang dengan kehendak pemerintah, di mana dalam PP No.1/2017) menggariskan aturan pajak dan royalti bersifat prevailing atau mengikuti aturan pajak yang berlaku. Sehingga, pajak yang dibayarkan Freeport berubah-ubah sesuai aturan pajak yang berlaku.

(Rani Hardjanti)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement