Financial technology (fintech) atau teknologi keuangan sebenarnya sudah dikenal masyarakat Indonesia cukup lama.
Layanan semisal mobile banking, rekening ponsel, dan ebanking sudah digunakan masyarakat meski masih terbatas Industri fintechIndonesia juga diprediksi tumbuh subur pada tahun ini. Bank Indonesia (BI) memperkirakan nilai transaksi fintech akan mampu mencapai USD1,9 miliar atau setara Rp24 triliun sepanjang tahun ini. Menariknya, angka sebesar itu berpotensi meningkat melihat masih rendahnya angka literasi keuangan masyarakat Indonesia. Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), mayoritas masyarakat Indonesia masih berada pada tahap sufficient literate(literasi cukup).
Pada tahap ini masyarakat belum memahami instrumen-instrumen keuangan secara komprehensif. Adapun masyarakat pada tahap well literate (literasi cukup) hanya mencapai 22%. Angka ini jauh di bawah beberapa negara tetangga, seperti Filipina dan Malaysia yang telah mencapai masing-masing 30% dan 60%. Selain itu, penetrasi internet masyarakat juga masih minim. Menurut survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (APJII ), hanya 132,7 juta penduduk Indonesia yang dapat mengakses internet. Potensi penerapan fintech di Indonesia sangat besar, mengingat luasnya ekosistem fintech itu sendiri.
Ekosistem ini mencakup beberapa klasifikasi produk yang umum ditemui, mulai dari jasa pembayaran dan pengiriman uang, manajemen investasi hingga lending di bidang-bidang spesifik, seperti pertanian dan perikanan. Salah satu produk fintech yang populer akhir-akhir ini adalah crowdfunding.
Melalui produk jasa ini, pihak yang membutuhkan dana dapat membuat akun, kemudian mengunggah berbagai informasi yang relevan mengenai tujuan penggunaan dana dan tenggang waktu pengumpulannya. Berbagai situs semisal Kitabisa.com, Wujudkan.com, dan Ayopeduli.com merupakan penyedia jasa crowdfunding populer di Indonesia.