JAKARTA - Indonesia memastikan akan impor Liquefied Natural Gas (LNG) sebanyak 1 juta ton per tahun dari Amerika Serikat (AS). Hal ini setelah dilakukannya penandatanganan kontrak kerjasama antara ExxonMobil dengan PT Pertamina (Persero).
Guna memperjelas maksud impor LNG dari AS tersebut, Direktur Gas Pertamina Yenni Andyani mengatakan, impor LNG bukan untuk tahun ini. Impor gas LNG dilakukan ketika terjadi defisit ketersediaan gas di dalam negeri.
Seperti diketahui, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah memproyeksikan produksi gas akan berkurang pada tahun 2020.
"Saya mesti luruskan hari ini, bahwa penandatangan rencana pembelian LNG di masa akan datang bukan beli LNG buat dibawa 2017. Impor LNG yang kita beli dan masuk nanti sesuai dengan defisit,"tuturnya, di Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (27/4/2017).
Menurut Yenni, kerjasama dengan ExxonMobil sebagai langkah antisipasi memenuhi kebutuhan gas dalam negeri. Sebab jika tidak impor, kebutuhan gas dalam negeri tidak ada, meskipun ada sejumlah lapangan besar seperti Lapangan Gas Abadi Masela, Blok Natuna, dan lainnya.
"Tapi kan kita tunggu, kita tidak tahu sampai kapan perkembangan Lapangan Abadi, Natuna. Lapangan yang ada saat ini sudah mulai berkurang,"ujarnya.
Sementara itu terkait dengan pemilihan AS sebagai tempat impor LNG, Yenni mengatakan, sebenarnya Pertamina dihadapkan dengan banyak pilihan, dari AS (ExxonMobil) hingga Belanda (Shell).
"Kenapa impor dari Amerika, karena kalau kita beli dari Exxon dia enggak bawa kilangnya dari Amerika. Kalau dari Total, Shell, mereka punya portofolio volume dan kapasitas di lokasi di dunia. Kita feleksibilitas saja,"ujarnya.
Selain itu, ExxonMobil memiliki sejumlah kilang di berbagai tempat seperti Papua Nugini, Qatar, dan banyak fasilitasnya.
"Kami kan membeli kargo dari internasional company, voluem mereka bukan dari satu production fasilitas saja. Ini juga memastikan security of supply terjaga,"tandasnya.
(Rizkie Fauzian)