BOGOR - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) One Belt One Road (OBOR) di China. Kunjungan ini dilakukan untuk membahas tentang pembangunan infrastruktur dan Jalur Sutra China.
One Belt One Road adalah jalur ekonomi dan perdagangan dari China melalui jalur laut dan darat hingga ke berbagai negara. Jalur ini kemudian sering diistilahkan dengan 'Jalur Sutra'.
Kepala BKPM Thomas Lembong mengatakan, pemerintah nantinya akan menggunakan konsep terpadu dalam proyek kerjasama yang ditawarkan. Investasi yang masuk pun harus seimbang antara infrastruktur dengan industri, sektor jasa.
"Perlu konsep terpadu, terintegrasi antara proyek infrastruktur dengan misalnya kawasan industri dan wisata, supaya seimbang. Jadi kalau cuma bangun tol, kereta api, listrik tapi tidak diimbangi dengan kegiatan ekonomi seperti kegiatan di pabrik dan wisata, nanti tolnya kosong, kereta api kosong, listrik tidak ada yang pakai. Kita harus jaga keseimbangan. Jadi investasi yang masuk harus seimbang antara infrastruktur dengan industri, sektor jasa. Jadi yang kita bicarakan di dalam rapat kabinet maupun dengan negara-negara peserta OBOR," kata Thomas Lembong di Istana Bogor, Senin (22/5/2017).
Nantinya, dibutuhkan konsorsium dengan beberapa negara. Hal ini diperlukan agar kerjasama yang dihasilkan dapat saling menguntungkan, termasuk bagi Indonesia.
"Kemarin kan ada 29 negara, 12 dari Eropa, Jadi bagaimana membuat konsep terpadu yang seimbang antara proyek infrastruktur dengan proyek user-nya, dan kemudian membuat konsorsium-konsorsium antara negara Eropa, China, Jepang, AS. Supaya komprehensif dan berimbang," jelasnya.
Proyek kerjasama ini nantinya diharapkan dapat dibangun dengan skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha atau Public Private Partnership (PPP). Dengan begitu, maka kerjasama ini tidak membebani keuangan negara.
"Nah, makanya yang akan sangat penting peranannya itu Bappenas, karena yang mau kita dorong itu PPP. Jadi memang proyek-proyek OBOR yang berhasil sejauh ini lebih berat peranannya ke swasta, dengan dukungan khusus dari negara melalui PPP, atau melalui special financing," ungkapnya.
Terdapat 3 daerah yang menjadi target utama untuk dikembangkan dalam kerjasama ini. Di antaranya adalah Sulawesi Utara, Kalimantan Utara, dan Sumatera Utara. Namun, selain China, potensi investasi juga berasal dari negara lainnya.
"Justru ini sudah melampaui China. Ini inisiatif multilateral karena melibatkan banyak negara, termasuk negara dari Eropa, Timteng. Saya kasih contoh, Sumut dan Sumatera secara umum, itu sangat diminati oleh Timur Tengah. Karena kan wisman mereka hemat waktu terbang 2 jam daripada ke Bali atau Lombok. Lalu di Sumut juga sudah ada Unilever, mereka investor besar di Sumut. Sumut berpeluang menjadi sentra pemrosesan minyak sawit, industri oleokimia dan semua turunan dari minyak nabati, seperti sabun dan kosmetik," ungkapnya.
Proyek ini nantinya diperkirakan akan bernilai puluhan miliar dolar. Nantinya, akan dilakukan pembahasan secara lebih detail tentang rencana kerjasama ini.
"Targetnya memang harus puluhan miliar dolar untuk masing-masing daerah itu. Kalau tidak ya tidak akan jalan, kan ini terpadu. Jadi ini enggak bisa satu per satu. Karena kalau jalan tolnya doang, nanti enggak ada yang pakai. Kereta api, trafiknya dari mana? Jadi harus serentak. Selama ini yang ini belum diwacanakan dengan baik," ungkapnya.
Indonesia sendiri dalam jangka panjang juga memiliki potensi untuk memperoleh bantuan modal dari Bank Investasi Infrastuktur Asia (AIIB). Namun, potensi ini masih belum dapat dimanfaatkan mengingat AIIB yang baru dibentuk.
"Saya kira sekarang dia masih di tahap awal, masih berdiri 2 tahun, masih mengembangkan kelembagaan dan SDM, jaringan kerja sama. Saya yakin jangka menengah dia akan punya peran yang sangat besar. Tapi kita juga harus waspadai ada keseimbangan, antara utang dengan investasi dan ekspor. Jadi makanya, perlu dikembangkan kawasan indsutri dan wisata untuk menghasilkan penghasilan yang bisa membayar pembangunan infrastrukturnya," tutupnya.
(Dani Jumadil Akhir)