JAKARTA - Menteri Perencana Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro di depan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla memaparkan secara umum ada empat faktor utama yang mendorong ketimpangan pada generasi sekarang dan masa depan.
"Pertama, ketimpangan peluang sejak awal kehidupan yang memengaruhi kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Kedua, pekerjaan yang tidak merata. Ketiga, kekayaan yang terkonsentrasi pada sekelompok orang dan keempat ketahanan ekonomi yang rendah," ungkap Bambang di Hotel Westin, Jakarta, Rabu (9/8/2017).
Bambang menilai dengan ketimpangan ini, maka salah satu faktor penentu untuk mengurangi ketimpangan adalah kepemilikan aset. Tanpa aset produktif yang memadai, masyarakat ekonomi terbawah tidak dapat keluar dari kemiskinan, serta tidak dapat meningkatkan pendapatannya.
Baca: Simak! 3 Jurus Menko Darmin Perbaiki Ketimpangan Indonesia: Lahan, Modal, dan Kualitas SDM
Lebih jauh lagi, Bambang menjelaskan tanpa aset yang memadai, keluarga masyarakat bawah rentan tidak dapat berinvestasi yang cukup untuk masa depan anak-anaknya. Hal demikian akan berulang terus-menerus dalam satu siklus dan menjadi lingkaran setan.
"Saat ini tidak seperti negara Asia lainnya. Ketimpangan di Indonesia cenderung mengalami peningkatan dalam 10 tahun terakhir. Namun di 2014 Indonesia dapat mulai menurunkan rasio gini. Rasio gini Maret 2017 menjadi 0,393 atau turun dari 0,408 pada 2015. Penurunan rasio gini ini terjadi karena adanya pengurangan proporsi konsumsi perkapita pada desil paling atas, sementara kelompok menengah terbawah mulai mengalami kenaikan," jelasnya.
Bambang menjabarkan, berdasarkan pertumbuhan pengeluaran perkapita penduduk kota desa 2008-2013, dapat dilihat pengeluaran rata-rata perkotaan lebih tinggi dibandingkan perdesaan. Tapi pertumbuhan lebih merata di perdesaan.
Sedangkan petumbuhan pengeluaran perkapita antarpulau, Jawa mendominasi Indonesia, hal ini cerminan dari dominasi Jawa dan proporsi kegiatan ekonomi di Indonesia. Pulau Sumatera pertumbuhan sampai persentil ke-45 masih dibawah 2%, sedangkan wilayah timur Indonesia hanya segelintir penduduk yang laju pertumbuhan pengeluaran di atas wilayahnya dan rata-rata tersebut adalah yang paling kecil di antara wilayah lain di Indonesia.
Dalam menangani masalah pertimbangan yang semakin kompleks, pendekatan one size fits all tidak lagi relevan untuk diterapkan. Penyesuaian pendekatan penyelesaian dan program harus dilakukan, pengembangan kebijakan berbasis bukti pengetahuan dan riset yang berkualitas akan mendorong tercapainya dampak maksimal dari usaha penurunan ketimpangan.
"Upaya pengurangan ketimpangan juga menjadi agenda global yang sudah dituangkan dalam tujuan pembangunan berkelanjutan. Pada 2030 diharapkan tidak ada satu orang pun yang terabaikan atau no one life behind. Untuk itu Presiden keluarkan Perpres tahun ini untuk menjadi komitmen pemerintah pusat dan daerah," tukasnya.
(Fakhri Rezy)