JAKARTA – Mahkamah Agung (MA) mencabut 14 ketentuan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek (PM 26) atau dikenal dengan permenhub taksi online.
Dengan keputusan ini, praktis tidak ada lagi payung hukum yang mengatur operasional taksi berbasis layanan aplikasi itu, efektif berlaku pada November mendatang. Atas putusan MA tersebut, sejumlah perusahaan taksi online masih enggan memberikan komentar.
“Terima kasih telah menghubungi kami tapi mohon maaf kami tidak dapat memberikan komentar mengenai keputusan MA tersebut,” kata PR Manager Grab Dewi Nuraini saat dihubungi Okezone, Rabu (23/8/2017).
Baca Juga:
Tarif Taksi Online Batal Diatur, Pengemudi dan Pengguna Malah Rugi?
Tarif Taksi Online Batal Diatur, Organda: Kita Akan Lakukan Kajian
Sementara itu, Uber Indonesia yang diwakili FleishmanHillard Indonesia juga enggan mengomentari dicabutnya sejumlah poin dalam permenhub tersebut. “Terima kasih telah menghubungi Uber. Terkait putusan Mahkamah Agung, Uber masih mempelajarinya dan belum dapat memberikan informasi lebih lanjut,” ucap Maruli Ferdinand saat dihubungi terpisah.
Sekadar informasi, MA mengabulkan gugatan uji materi Permenhub 26/2017 yang dilayangkan sedikitnya enam pengemudi angkutan sewa khusus. Dalam putusan Nomor 37 P/HUM/2017 tanggal 20 Juni 2017, 14 poin dalam PM 26 bertentangan dengan Undang-Undang (UU) No 20 Tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil dan menengah serta UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Oleh MA ke-14 poin ini telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, dan memerintahkan kepada Menhub untuk mencabut pasal-pasal yang terkait dengan 14 poin dalam peraturan menteri tersebut Di antara ketentuan yang dicabut itu adalah Pasal 5 ayat (1) huruf e yang menyebutkan bahwa pelayanan Angkutan Taksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, wajib memenuhi pelayanan tarif angkutan berdasarkan argometer atau tertera pada aplikasi berbasis teknologi informasi.
Baca Juga:
Aturan Tarif Dicabut, Taksi Online Kembali Leluasa Beroperasi
Uji Coba Larangan Motor, Kecepatan hingga Volume Kendaraan Jadi Tolak Ukur Keberhasilan
Ketentuan krusial lain yakni Pasal 66 ayat 4 yang menyebutkan, sebelum masa peralihan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNKB) menjadi atas nama badan hukum, harus melampirkan perjanjian yang memuat kesediaan STNKB menjadi badan hukum dan hak kepemilikan kendaraan tetap menjadi hak perorangan. Majelis hakim yang dipimpin Supandi menyatakan, keberadaan taksi online merupakan konsekuensi logis dari perkembangan teknologi dalam bidang transportasi.
Keberadaan taksi online juga membantu masyarakat karena menawarkan pelayanan yang lebih baik, jaminan keamanan perjalanan dengan harga yang relatif murah dan tepat waktu. Majelis hakim juga berpendapat, taksi online telah mengubah persaingan usaha di bidang transportasi umum menjadi lebih sehat. “Dengan memanfaatkan keunggulan pada sisi teknologi untuk bermitra dengan masyarakat pengusaha mikro dan kecil dengan konsep sharing economy yang saling menguntungkan dengan mengedepankan asas kekeluargaan,” kata Supandi.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)