Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan lima poin penting dalam suratnya kepada Menteri ESDM dan Menteri BUMN. Poin pertama yaitu, kinerja PLN ditinjau dari sisi keuangan terus menurun seiring semakin besarnya kewajiban untuk memenuhi pembayaran pokok dan bunga pinjaman yang tidak didukung dengan pertumbuhan kas bersih operasi. Hal tersebut menyebabkan dalam tiga tahun terakhir, Kementerian Keuangan harus mengajukan permintaaan waiver kepada pemberi pinjaman (lender) PLN sebagai dampak terlanggarnya kewajiban pemenuhan covenant PLN dalam perjanjian pinjaman untuk menghindari cross default utang PLN yang mendapatkan jaminan pemerintah.
Poin kedua yaitu keterbatasan dana internal PLN untuk melakukan investasi dalam rangka melaksanakan penugasan pemerintah, menyebabkan pendanaan PLN bergantung kepada pinjaman, baik melalui pinjaman kredit investasi perbankan, penerbitan obligasi, maupun dari lembaga keuangan internasional.
Poin ketiga yaitu, berdasarkan profil jatuh tempo pinjaman PLN, kewajiban pokok dan bunga pinjaman PLN diproyeksikan terus meningkat dalam beberapa tahun mendatang. Sementara itu pertumbuhan penjualan listrik tidak sesuai dengan target dan adanya kebijakan pemerintah meniadakan kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) dapat berpotensi meningkatkan risiko gagal bayar PLN.
Poin selanjutnya, dengan mempertimbangkan bahwa sumber penerimaan utama PLN berasal dari TTL yang dibayarkan pelanggan dan subsidi listrik dari pemerintah, kebijakan peniadaan kenaikan TTL perlu didukung dengan regulasi yang mendorong penurunan biaya produksi tenaga listrik. Sri Mulyani mengharapkan Jonan dan Rini dapat mendorong PLN melakukan efisiensi biaya operasi (utamanya energi primer) guna mengantisipasi peningkatan risiko gagal bayar di tahun-tahun mendatang.
Sedangkan poin terakhir yang terkait dengan penugasan program 35 GW, Sri Mulyani menilai perlu dilakukan penyesuaian target penyelesaian investasi PT PLN dengan mempertimbangkan ketidakmampuan PLN memenuhi pendanaan investasi dari arus kas operasi, tingginya profil utang jatuh tempo, serta kebijakan pemerintah terkait tarif, subsidi listrik, dan penyertaan modal negara (PMN). Hal tersebut perlu dilakukan untuk menjaga sustainabilitas fiskal APBN dan kondisi keuangan PLN yang merupakan salah satu sumber risiko fiskal pemerintah.
(Fakhri Rezy)