JAKARTA – Pelaku usaha sektor swasta diberi kesempatan untuk mengelola bandara di Tanah Air. Hingga kini belum ada swasta yang merealisasikan investasi di sektor kebandarudaraan, kendati rencana tersebut sudah disampaikan sejak beberapa tahun lalu.
Keterlibatan swasta untuk menggarap bisnis bandara maupun pelabuhan sedianya untuk mengurangi beban pemerintah dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Keterlibatan swasta diperlukan agar dana pemerintah bisa dialihkan untuk mengembangkan bandara lain di daerah.
Berdasarkan perhitungan Kementerian Perhubungan, kebutuhan investasi sektor transportasi secara umum di Indonesia terbilang besar, yakni sekitar USD190 miliar. Dari jumlah tersebut setengahnya dialokasikan untuk pembangunan jalan. Sisanya digunakan untuk sektor transportasi, seperti kereta api, pelabuhan, dan bandara sekitar USD40 miliar.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, pengelolaan terbuka kepada swasta maupun badan usaha milik daerah (BUMD) dilakukan mengingat selama ini bandara yang ada sudah bernilai komersial, namun masih memanfaatkan anggaran APBN.
Baca Juga: Selamat! Presiden Jokowi ke Sumenep, Run Way Bandara Trunojoyo Diperpanjang
Dengan menggandeng pihak swasta, ujar Budi Karya, akan menghasilkan efisiensi alokasi dana pemerintah untuk pengembangan 30 bandara dan pelabuhan sebesar Rp500 miliar sampai Rp1 triliun. “Karena itu, kami beri kesempatan kepada swasta bekerja sama dengan BUMN maupun BUMD di daerah,” ujar Budi Karya di Jakarta kemarin.
Saat ini Kemenhub sedang menggodok aturan kerja sama swasta dengan pemerintah untuk mengelola pelabuhan dan bandara. Berdasarkan data Kementerian Perhubungan, terdapat 10 bandara yang diusulkan untuk dikelola oleh swasta atau BUMD. Di antaranya Bandara Komodo Labuan Bajo, Bandara Radin Inten II Lampung, dan Bandara Sentani Jayapura.
Bandara yang telah melakukan kerja sama operasi maupun kerja sama pemanfaatan di antaranya di Belitung, Samarinda, Banyuwangi, dan Jayapura. Dalam operasinya bandar-bandar udara tersebut menggandeng BUMD. Adapun pelabuhan yang akan dikerjasamakan terdapat di 20 lokasi, di antaranya Pelabuhan Probolinggo, Bima, Pelabuban Waingapu, Sintete, dan Waingapu.
Dari beberapa pelabuhan tersebut baru empat pelabuhan yang dilepas pengelolaannya ke swasta. Budi mengungkapkan, peluang kerja sama dengan operator bandara yang sudah ada seperti Angkasa Pura (AP) sangat dimungkinkan sebab pengelola bandara ini punya pengalaman dan spesialisasi di sektor kebandarudaraan.
Baca Juga: Top! Sarang Walet Kualitas Terbaik Asal Indonesia Siap Ekspor ke China
“Harapannya satu, mereka (Angkasa Pura) merupakan operator. Jadi, tujuannya bagaimana mengefisienkan APBN, terutama untuk bisa dimanfaatkan di daerah pinggiran melalui pembangunan bandara yang feasible,” ungkapnya.
Ketua Indonesia National Air Carrier Association (INACA) Bidang Penerbangan Berjadwal Bayu Sutanto mengakui, bandar-bandar udara yang di kerjasamakan selama ini baru sebatas BUMN dan BUMD. Sejauh ini swasta belum ada realisasi terkait kerja sama pengelolaan bandara.
“Misalnya di Banyuwangi itu yang digandeng pemerintah daerah setempat. Sejak zaman Pak Jonan (Menteri Perhubungan sebelumnya) dan Pak Budi Karya saya kira belum ada realisasi swasta murni di Indonesia,” ujarnya.
Bayu beralasan, pemerintah belum membuka kran investor asing untuk mengurus pengelolaan bandara. Padahal, jika investor luar dibuka, bukan tidak mungkin swasta lokal bisa bergandengan dengan investor asing. “Yang paling penting adalah skemanya. Saya kira swasta nasional punya kemampuan selama keran investasi bandara dibuka sejelas-jelasnya. Katakanlah lewat tender dan sebagainya. Kalau melihat potensinya, bandara kita sangat besar dan banyak dilirik pengelola bandara asing,” ujarnya.
Dia menambahkan, pemerintah harus memberikan perhatian serius di sektor ini. Artinya, masuknya swasta di sektor pengelolaan bandara bisa memberikan daya saing dengan tidak hanya mengandalkan BUMN maupun BUMD di sektor pengelolaan bandara.
Meningkatkan Daya Saing
Wakil Ketua Komisi V DPR Muhidin M Said mengatakan, keterlibatan pihak swasta di bisnis pelabuhan dan bandara telah diterapkan sejumlah negara di Eropa dan Amerika Serikat (AS). Hal tersebut terbukti dapat menciptakan kompetisi yang sehat dan juga memberikan pelayanan yang lebih bagi masyarakat.
“Di Belanda, misalnya, ada 60 operator pelabuhan yang dilepas ke swasta. Begitu juga di AS. Di sana pemerintah tugasnya hanya sebagai regulator, mereka jadi berkompetisi dengan memberikan pelayanan terbaik,” kata Muhidin saat dihubungi tadi malam.
Selain mendorong terciptanya iklim kompetisi persaingan usaha yang lebih sehat, swastanisasi pelabuhan dan bandara tersebut dapat menekan biaya subsidi dari APBN. Di sisi lain, negara bisa di untungkan dengan adanya pajak dan juga pendapatan bagi hasil.
Baca Juga: Wow, Kemenperin Bidik Ekspor Tekstil Tembus Rp199,5 Triliun di 2019
“Untuk pelabuhan memang bisa ditawarkan swasta, namun untuk bandara lebih sulit, karena pengawasannya relatif ketat, kecuali jika dia bekerja sama dengan BUMN yang sudah ada,” paparnya. Meskipun pengelolaan bandara dan pelabuhan tersebut nantinya dilepas ke pelaku usaha swasta, pengawasan dari pemerintah juga harus tetap ditingkatkan.
Seluruh regulasi maupun SOP (standard operating procedure) harus tetap dipenuhi. “Sebenarnya regulasinya sudah ada di UU Pelayaran dan UU Penerbangan, tetapi harus tetap pengawasannya ditingkatkan, untuk kerja sama dengan swasta berapa lama kontranya,” urainya.
Dihubungi terpisah, pengamat transportasi dari Universitas Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno, mengatakan, swastanisasi bandara dan pelabuhan memang sudah lama diwacanakan oleh pemerintah. Namun, belum banyak pihak swasta yang berminat.
“Swasta berpikirnya lebih sederhana. Jika menguntungkan dia mau. Asal ada regulasi yang mengatur supaya mereka diberi kesempatan untuk mengelola bandara dan pelabuhan,” kata Djoko.
Untuk itu, dibutuhkan koordinasi dengan berbagai pihak sehingga bisa menarik minat maskapai penerbangan maupun perusahaan pelayaran agar mau membuka rute ke pelabuhan maupun bandara tersebut. Hal ini bertujuan agar bandara maupun pelabuhan tersebut tidak terus merugi.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)