Menurut Winang, adanya berbagai kebijakan pemerintah yang memberikan stimulus untuk sektor properti pun menjadi peluang bisnis bagi para pengembang. Berbagai stimulus tersebut seperti relaksasi ketentuan loan to value atau financing to value (LTV/FTV) sejak Juni 2015. Pemerintah pun berencana akan kembali memberikan stimulus untuk sektor properti melalui kebijakan LTV/FTV spasial atau berdasarkan wilayah.
“Relaksasi tersebut memiliki efek pengganda yang besar karena sektor properti terkait dengan hampir 170 sektor lainnya," kata dia.
Secara nasional, sektor properti pun masih memiliki ruang yang besar untuk digarap karena kontribusi bidang tersebut yang baru berkisar 2,5% hingga 2,8% terhadap PDB nasional. Selain itu, bonus demografi Indonesia serta tingkat suku bunga acuan yang masih rendah membuat sektor properti masih potensial. Di Indonesia juga masih ada 11,38 juta kepala keluarga yang belum memiliki rumah (backlog kepemilikan) dan 6,09 juta kepala keluarga yang tinggal menumpang (backlog keterhunian).
Sementara itu, sejalan dengan pertumbuhan bisnis properti di NTT, Kantor Cabang Bank BTN di Kupang pun mencatatkan kenaikan positif kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit kontruksi. Per September 2017, KPR Bank BTN di Kupang tercatat naik 45,31% yoy dari Rp29,02 miliar di September 2016 menjadi Rp53,06 miliar. Kredit konstruksi Bank BTN di Kupang pun naik 60,49% yoy dari Rp65,02 miliar pada kuartal III-2016.
Sementara itu secara nasional, per September 2017, Bank BTN mencatatkan pertumbuhan KPR sebesar 21,16% yoy dari Rp110,85 triliun di September 2016 menjadi Rp134,31 triliun. Kredit konstruksi pun naik 17,87% yoy dari Rp20,56 triliun pada kuartal III-2017 menjadi Rp24,23 triliun di periode yang sama tahun sebelumnya.
(Widi Agustian)