JAKARTA - Undang-undang (UU) Perbankan di Indonesia tergolong sudah uzur karena sudah berlaku sejak tahun 1998. Sayangnya beragam rencana revisi UU Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan tersebut selalu kandas di jalan. Kabar terakhir, revisi atas UU ini juga sudah di-drop dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2018. Alasannya, ada agenda yang harus mendapatkan pembahasan serius.
“Sampai saat ini Komisi XI membahas dua RUU yaitu RUU Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) dan RUU tentang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP). RUU PNBP sudah mulai pembahasan di tingkat panja. Mudah-mudahan akhir tahun atau awal bisa diselesaikan. Setelah itu akan segera diselesaikan juga RUU KUP. Pemerintah juga mengusulkan prioritas tambahan yaitu RUU Badan Pemeriksa Keuangan,” kata Anggota Komisi XI DPR Sarmuji Muhammad.
Lebih lanjut dikatakan, karena sudah di-drop dari Prolegnas, maka pembahasannya belum berlanjut. “Pembahasannya nggak berlanjut. Nanti kalau dibuka lagi baru kita bahas satu-satu,” janjinya.
Ada sejumlah isu krusial dalam RUU Perbankan. Ikatan Bankir Indonesia (IBI) memberikan sembilan usulan dalam RUU Perbankan. Pertama, mengenai prinsip resiprokal. Hal ini terkait tata hubungan perbankan internasional harus memperhatikan prinsip resiprokal guna mendukung tujuan perbankan. Lalu mengenai bentuk hukum kantor bank asing yang berada di Indonesia.
Baca juga:
Banyak Perbankan Kurangi Pegawai, OJK : Agar Lebih Efisien
Imbas Fintech Mulai Gerogoti Sektor Keuangan, Banyak Perbankan Pangkas Karyawan