MAKASSAR - Wacana Kementerian Agama akan melakukan pungutan zakat bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan memotong gaji sebagai kewajiban ASN atau PNS muslim dalam menunaikan kewajiban zakatnya, menuai kontroversi.
"Bagaimana pemerintah menghitung jumlah pendapatan ASN setelah dipotong semua pengeluaran kebutuhan dasarnya, utangnya, dan pengeluaran dengan biaya operasional dalam bekerja, sehingga negara bisa menetapkan yang bersangkutan telah berkewajiban untuk mengeluarkan zakat profesinya," kata Saiful Jihad di Makassar, Kamis (8/2/2017).
Akademisi Unhas ini mengemukakan benar, bahwa pemerintah, seperti yang disampaikan Menteri Agama, kebijakan itu hanya ingin menfasilitasi agar ASN muslim dapat dibantu menunaikan kewajiban berzakat dengan memotong langsung gaji mereka.
Tetapi, banyak hal yang perlu dilakukan pemerintah sebelum hal ini dilaksanakan, khususnya dalam hal membangun kepercayaan umat kepada pemerintah dan lembaga yang ditunjuk sebagai pengelola zakat.
Tidak bisa dipungkiri, lanjut dia, kepercayaan itu masih sangat kurang saat ini, sehingga maksud baik yang disampaikan, akan direspon negatif oleh masyarakat.
Jadi akan lebih baik jika pemerintah dan lembaga pengelola membangun kepercayaan masyarakat lebih dahulu, dengan menata dan mengelola zakat yang ada dengan baik dan hasilnya bisa dilihat dan dirasakan masyarakat yang berhak.
"Akan lebih bijak jika Menteri Agama menunda dahulu kebijakan tersebut, dengan mendorong agar masing-masing individu dan dengan dibantu oleh petugas dari BAZ atau LAZ yang ada, untuk dapat menghitung kewajiban zakatnya," papar aktivis Perludem Sulsel ini.
Wakil Sekretaris PW Pergub Sulsel ini menambahkan dengan cara seperti itu ASN secara sukarela mengeluarkan kewajiban zakat tersebut kepada yang berhak, lewat lembaga atau badan yang dipercaya, bukan dan tidak memaksakan dengan aturan yang bisa jadi menimbulkan kontrovesi serta penolakan dimasyarakat.
Pengurus IKA PMII ini menjelaskan, mengutip kembali ketentuan syara' terkait zakat, kaidah umum syar'i menurut para ulama berdasarkan hadits Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam adalah wajibnya zakat uang dan sejenisnya baik yang didapatkan dari warisan, hadiah, kontrakan atau gaji, atau lainnya, harus memenuhi dua kriteria.
Yakni, pertama batas minimal nishab dan kedua harus menjalani haul atau putaran satu tahun. Bila tidak mencapai batas minimal nishab dan tidak menjalani haul maka tidak diwajibkan atasnya zakat berdasarkan, Sabda Rasulullah.'Kamu tidak mempunyai kewajiban zakat sehingga kamu memiliki 20 dinar dan harta itu telah menjalani satu putaran haul' (hadits riwayat Abu Dawud) Kemudian penetapan zakat tanpa haul dan nishab hanya ada pada rikaz (harta karun), sedangkan penetapan zakat tanpa haul hanya ada pada tumbuh-tumbuhan (biji-bijian dan buah-buahan) namun ini tetap dengan nishab.
"Jadi penetapan zakat profesi (penghasilan) tanpa nishab dan tanpa haul merupakan tindakan yang tidak berlandaskan dalil, qiyas yang shahih dan bertentangan dengan tujuan-tujuan syari'at, juga bertentangan dengan nama zakat itu sendiri yang berarti berkembang," ungkap Jihad.
Meski demikian, pihaknya sangat sepakat kalau harta tersebut mesti disucikan (tuthahhirihim wa tuzakkihim), tetapi ketentuan syara' mesti dijalankan.
Dan bagi mereka yang pendapatannya tdk cukup nishab dan haulnya, bukan berarti mereka tidak perlu mengeluarkan dan menyisihkan hartanya untuk kepentingan umat, bahkan Islam justru menganjurkan untuk menumbuh suburkan shadaqah....
Sementara Wakil Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Sulawesi Selatan, Mahmud Suyuti merincikan apabila Gaji AsN Rp6 juta dikalikan 12 bulan sama dengan Rp72 juta per tahun artinya sangat wajib.
Bila ditaksir saat ini ASN apapun pekerjaannya, kemudian supir, tukang cukur dan lainnya hanya mendapat penghasilan diatas Rp3 jutaan perbulan, itu sudah wajib bayar zakat. Jika dibawah Rp3 jutaan itu bersifat infak ataupun sedekah semampunya.
Terkait dengan usul agar Menteri Agama secara bijak menunda dulu Perppu dan Perpres bagi ASN pemotongan gaji 2,5 persen mungkin tidaklah merujuk kepada putusan Rakornas dan Baznas dan pada Komisi Bahsul Masial bersama MUI, NU, Muhammadiyah dan ormas lainnya.
"Kecuali jika DPR menunda bahkan menolak pemotongan gaji ASN boleh saja karena mereka tidak semua paham Nahsul Masail dan mungkin tidak semua sami'na wata'na pada ulama di forum bahsul masail," katanya.
Follow Berita Okezone di Google News
(mrt)