JAKARTA - Penjual produk di toko online atau marketplace mengeluhkan rencana pemerintah untuk mengenakan pajak e-commerce. Pasalnya, tidak semua pelapak merupakan penjual dengan omzet besar, sehingga dikhawatirkan beban pajak tersebut akan memberatkan mereka.
"Ada yang menyampaikan ke kami, pak nanti pajaknya bagaimana, kita kan masih pelapak masih kecil, baru coba jualan. Omzetnya baru sejuta," jelas Co Founder sekaligus CFO Bukalapak Muhammad Fajrin Rasyid di Kantor Pusat JNE, Jakarta, Kamis (21/2/2018).
Fajrin melanjutkan, dia mencoba memberikan pemahaman kepada para pelapak bahwa aturan pungutan pajak e-commerce ini masih digodog serta belum resmi. Sebaliknya, dia berharap pemerintah juga bisa mendengarkan masukan dari pelapak tersebut sebelum akhirnya menetapkan aturan pungutan pajak e-commerce.
"Kami juga mengusulkan ke pemerintah mengkin aturan itu bisa diuji coba dulu," kata dia.
Baca Juga: Selain Marketplace, Pemerintah Diminta Pajaki Instagram Cs
Sekadar informasi, pemerintah saat ini tengah mengkaji tarif Pajak Penghasilan (PPh) final untuk pelaku e-commerce. Besaran PPh direncanakan sebesar 1%. Namun, belum lama ini Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, mengusulkan besaran PPh final diturunkan menjadi 0,5%.
Potensi e-commerce yang bersifat individual di sosial media sendiri, diklaim sangat besar. Hal ini seusai dengan data pendapatan jasa pengiriman JNE, di mana pengiriman ritel memiliki porsi sebesar 80%.