Amir menegaskan, layer yang terlalu banyak memungkinkan pelaku industri mengurangi sedikit produksinya untuk menghindari tarif yang lebih tinggi, sehingga penerimaan negara dari cukai kurang optimal. Selain penyederhanaan struktur tarif, Amir juga meminta pemerintah mengekstensifikasi penerimaan barang yang dikenakan cukai, misalnya plastik dan limbah kendaraan bermotor.
Ekonom INDEF, Aviliani, mengatakan, penyederhanaan layer akan memudahkan para pelaku usaha mengalkulasi kewajibannya. Di sisi lain, penerimaan negara lebih optimal dari struktur tarif sederhana. Dia juga menekankan pentingnya konsistensi pemerintah dalam menjalankan kebijakan agar tidak ada perubahan ketika peraturan sudah disepakati bersama.
“Kalau tarifnya lebih sederhana, mereka bisa menghitung sendiri kewajibannya, sehingga tidak perlu menyewa konsultan pajak lagi yang mungkin biayanya lebih besar dari jumlah yang akan dibayar ke negara,” kata Aviliani.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai DJBC Kementerian Keuangan Nugroho Wahyu menambahkan, simplifikasi cukai rokok akan membuat kebijakan cukai lebih efektif. “Penyederhanaan sistem cukai akan mengefektifkan kebijakan cukai dalam pengendalian konsumsi rokok dan meningkatkan penerimaan negara,” kata Nugroho.
Selain itu, akan mengurangi tingkat kecurangan pembayaran cukai yang dilakukan para pelaku industri. Selama ini, struktur tarif cukai yang rumit menghasilkan tingkat ketidakpatuhan lebih tinggi. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018, penerimaan bea cukai sebesar Rp194,1 triliun. Dari jumlah itu, Rp155 triliun atau sekitar 80,1% di antaranya berasal dari cukai.
(Dani Jumadil Akhir)