Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Pembatasan Pelayanan BPJS Kesehatan, Menkes Nila: Karena Defisit

Dewi Kania , Jurnalis-Kamis, 02 Agustus 2018 |15:11 WIB
Pembatasan Pelayanan BPJS Kesehatan, Menkes Nila: Karena Defisit
Ilustrasi: Foto Okezone
A
A
A

JAKARTA - Pekan lalu BPJS Kesehatan mengumumkan peraturan direktur jaminan pelayanan (perdirjampel) terbaru. Hal ini memicu banyak kontroversi dari berbagai stakeholder karena dianggap merugikan pasien.

BPJS Kesehatan menerapkan implementasi atas peraturan tentang penjaminan pelayanan persalinan menjadi satu paket dengan biaya bayi baru lahir, penderita katarak dijamin operasinya berdasarkan jumlah kuota, serta tindakan pasien fisioterapi dibatasi maksimal dua kali seminggu (8 kali tindakan dalam satu bulan).

Menteri Kesehatan Nila Faried Moeloek beserta stakeholder terkait menyebut, bahwa peraturan itu dibuat karena kondisi anggaran BPJS Kesehatan defisit. Namun, para dokter tidak setuju atas pemberlakuan aturan ini karena dianggap merugikan pasien.

"BPJS Kesehatan tengah defisit dan kami lakukan tindakan-tindakan efisien," ujarnya dalam keterangan tertulisnya yang diterima Okezone, Kamis (2/8/2018).

 BPJS Kesehatan Targetkan Kepesertaan Layanan JKN-KIS Awal 2019 Naik 95%

Nila tidak memungkiri bahwa akan ada protes dari banyak tenaga medis, karena merekalah yang berhubungan langsung dengan pasien. Para dokter mulai resah karena tidak dapat memberikan pelayanan terbaiknya.

Namun demikian, Menkes Nila akan menengahi semua permasalahan yang terjadi sekarang ini. Meskipun peraturan BPJS Kesehatan itu ditetapkan per tanggal 21 Juli 2018, namun belum banyak rumah sakit mengacu pada peraturan tersebut.

"Kita akan tengahi permasalahan ini dan mencari solusinya," imbuh Menkes.

 BPJS Kesehatan Targetkan Kepesertaan Layanan JKN-KIS Awal 2019 Naik 95%

Di kesempatan berbeda, Ketua Ikatan Dokter Indonesia Ilham Oetama Marsis mengatakan, adanya peraturan baru tersebut jelas dianggap dapat merugikan masyarakat. Meskipun kondisinya defisit, tapi peraturan seperti itu tidak tepat adanya.

"Sebagai organisasi profesi kami menyadari adanya defisit pembiayaan JKN. Namun hal tersebut tidak boleh mengorbankan keselamatan pasien, mutu layanan kesehatan dan kepentingan masyarakat," ucapnya.

Disebutkan Marsis, IDI telah melakukan proses konsultasi dan dialog dengan BPJS Kesehatan, DJSN, Kementerian Kesehatan dan Kemenko PMK. Juga mereka melakukan koordinasi dengan Persatuan Rumah Sakit Indonesia (Persi).

(Rani Hardjanti)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement