CARACAS – Venezuela mengalami kelumpuhan ekonomi semenjak pemerintah memberlakukan mata uang baru bolivar yang berdaulat.
Ribuan bisnis dan industri memilih tutup untuk beradaptasi dengan mata uang baru. Uang baru tersebut di keluarkan Pemerintah Venezuela menyusul inflasi yang sangat tinggi atau hiperinflasi yang terjadi sejak beberapa waktu lalu.
Pada Juli lalu inflasi di negara itu bahkan mencapai 82.766%, naik dari bulan sebelumnya yang sebesar 46.000% sehingga membuat nilai uang bolivar anjlok parah. Bahkan pada akhir Juli lalu Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan inflasi di Venezuela bisa mencapai 1.000.000% hingga akhir tahun ini.
Anjloknya nilai uang di negara yang berpenduduk 31 juta jiwa itu membuat para pekerja memilih tidak beraktivitas karena kebingungan dengan yang terjadi. Kondisi ini menjadi pembelajaran bagi banyak pemerintahan di dunia.

Penanganan krisis ekonomi yang terlalu lambat dan kebijakan yang salah dengan menghadirkan mata uang baru justru menjadi blunder dan permasalahan justru semakin bertambah parah. Redenominasi yang dilakukan negara produsen minyak itu dianggap tidak bisa mengatasi akar permasalahan negara, yakni inflasi yang luar biasa tinggi alias hiperinflasi.
Kebijakan uang kertas baru itu diresmikan Presiden Nicolas Maduro pada Senin 20 Agustus 2018 untuk mengganti nama mata uang bolivar lama dan merevaluasi nilainya. Maduro mengklaim kebijakan tersebut bertujuan mengatasi inflasi yang terus melonjak dan mengatasi krisis ekonomi.
Akan tetapi kebijakan itu justru menjadikan krisis menjadi lebih parah. Mata uang baru ini memotong nilai mata uang lama yang disebut bolivar perkasa dengan lima angka nol atau per ratus ribu; 1 juta bolivar lama dihargai dengan 10 bolivar baru.
Dengan begitu secangkir kopi di Ibu Kota Caracas yang bulan lalu harus dibeli seharga 2,5 juta dengan mata uang lama, sekarang harganya dengan mata uang baru yang disebut bolivar berdaulat adalah 25 bolivar.

Sebagaimana dilansir Reuters, bank sentral Venezuela melaporkan nilai valuta asing 68 bolivar pereuro dan 60 boliviar untuk dolar.
Banyak warga di Caracas mengatakan ada pembatasan untuk menarik mata uang baru itu dari anjungan tunai mandiri (ATM) maksimum 10 bolivar berdaulat yang setara dengan 1 juta bolivar perkasa. Kota-kota di seluruh Venezuela hampir dilanda kekacauan karena orang-orang berusa ha mendapatkan uang kertas baru itu.
Pasar gelap Venezuela yang menggunakan dolar bahkan dibekukan akibat pergantian mata uang karena terjadi kebingungan dan ketidakpastian ekonomi. Pemerintah mengumumkan berbagai kebijakan ekonomi baru untuk menyertai mata uang baru seperti menaikkan upah minimum sebesar 34 kali dari tingkat sebelumnya mulai 1 September, menaikkan pajak pertambahan nilai, dan memotong subsidi bahan bakar (BBM) yang selama ini sangat tinggi.

Maduro juga mengungkapkan pemerintah ingin memulihkan perekonomian negaranya. “Saya memiliki formula, percayalah kepada saya,” ujarnya seperti dikutip BBC. Dia menambahkan, mata uang bolivar berdaulat akan di kaitkan dengan petro, mata uang virtual yang ditautkan dengan cadangan minyak Venezuela.
Menurut Maduro, pemerintah juga akan mengaitkan gaji dan harga produk makanan dengan petro. “Kita akan menjadikan petro sebagai referensi dalam pertumbuhan ekonomi kita secara ke seluruhan,” tambahnya. Ekonomi Venezuela memang tergantung dengan ekspor minyak yang membuat negara itu sangat kaya.
Mereka mengklaim memiliki cadangan minyak terbesar di dunia. Ekspor minyak mencapai 90% dari ekspor negara tersebut. Ketika harga minyak merosot pada 2014, pendapatan Venezuela mengalami penurunan tajam. Di sisi lain sejumlah proyek pembangunan dilakukan secara jor-joran dibarengi aneka tunjangan bagi masyarakatnya.