Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Kaya Minyak tapi Melarat, RI Harus Belajar dari Krisis Venezuela

Koran SINDO , Jurnalis-Jum'at, 24 Agustus 2018 |09:36 WIB
Kaya Minyak tapi Melarat, RI Harus Belajar dari Krisis Venezuela
Ilustrasi: Foto Koran Sindo
A
A
A

Amerika Serikat (AS) yang banyak berhubungan secara ekonomi dengan Venezuela mengumumkan larangan kepada warganya untuk terlibat dalam perdagangan dengan petro dan situs cryptocurrency, ICOindex.com, karena dianggap ilegal.

“Menautkan bolivar ke petro adalah menautkan pada sesuatu yang nihil,” kata ekonom Luis Vicente Leon. Maduro menggantikan pemerintahan Hugo Chavez pada 2013 dengan memberlakukan kontrol ketat mata uang pemerintah terhadap dolar AS.

Krisis ekonomi di Venezuela memaksa banyak warga memilih mengungsi ke negara lain. Berdasarkan data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sebanyak 1,5 juta warga Venezuela telah mengungsi sejak 2014.

Krisis Bertambah Buruk

Kebijakan Maduro, menurut para ekonom, justru akan memperparah kondisi krisis ekonomi negara tersebut. Luis Vicente Leon, Presiden Datanalisis berbasis di Caracas, mengungkapkan langkah penyelamatan Venezuela akan menyebabkan permasalahan bagi bisnis domestik.

“Transisi untuk menerapkan elemen konkret seperti meningkatkan gaji dan mengubah kebijakan pembayaran pajak perusahaan justru akan menciptakan bencana aliran uang tunai,” ujar Leon seperti dilansir CNBC. Adapun profesor ekonomi terapan dari Universitas Johns Hopkins Steve Hanke mengungkapkan, kebijakan devaluasi mata uang tak memiliki arti penting.

Menurutnya, mengaitkan mata uang bolivar dengan petro adalah penipuan. “Itu hanya mengubah penampilan, tetapi faktanya tidak ada yang berubah. Apa yang terjadi pada bolivar adalah operasi plastik,” kata Hanke.

Sebagaimana dilansir The Conversation, pakar politik ekonomi Universitas California, Benjamin J Cohen, mengaku tidak pernah melihat devaluasi sebesar yang di lakukan Venezuela. “Venezuela mengakui bahwa uangnya telah menjadi virtual,” ujarnya.

Cohen mengungkapkan Venezuela bukan negara pertama yang tidak mampu mengatasi inflamasi dengan redenominasi. Banyak negara lain juga mengalami kegagalan. Misalnya Brasil juga melakukan redenominasi. Hal serupa juga dilakukan Argentina dan Zimbabwe.

“Redenominasi tidak akan mengatasi inflamasi,” ujar Cohen.

Krisis ekonomi yang terjadi di Venezuela menyebabkan banyak toko tutup di Caracas. Jutaan masyarakat di negara itu seolah kompak melakukan demonstrasi mulai kemarin. Andres Velasquez, seorang tokoh oposisi, memperkirakan, sekitar 60% penduduk Venezuela akan ikut mogok nasional.

“Semua dari kita telah mengalami kehilangan. Kita telah hancur berdebu-debu,” kata Velasquez.

Dia mengungkapkan, jika oposisi tidak melawan rezim, rakyat akan memiliki pemerintahan ini selamanya. Oposisi juga mengkritik Maduro agar segera mengatasi hiperinflasi.

Situasi jalanan di Venezuela pada Selasa (22/8) hingga kemarin juga relatif sepi. Beberapa orasi terdengar dari para pengunjuk rasa yang menyuarakan ketidakpuasan ke pada pemerintah. “Jangan pergi bekerja. Kamu berhak untuk protes karena itu menyangkut ke hidupanmu, masa depanmu, dan negaramu. Memberontaklah!” demikian ajakan Partai Keinginan Populer.

Halaman:
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement