Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Pembangunan dan Kota Hijau

Koran SINDO , Jurnalis-Jum'at, 14 September 2018 |14:25 WIB
Pembangunan dan Kota Hijau
Ilustrasi: Foto Archdaily
A
A
A

Hal ini penting karena program pembangunan yang selaras dengan tata ruang semakin diperhatikan, termasuk misalnya kasus reklamasi. Selain itu pembangunan taman kota dan ruang terbuka hijau kian banyak dilakukan. Hal ini tidak saja mengacu pada regulasi untuk meminimalisasi banjir, tetapi juga mewujudkan perkotaan sebagai kota hijau yang ramah lingkungan. Bahkan pembangunan transportasi massal menjadi sinyal positif mereduksi kemacetan dan polusi udara. Artinya masih ada berbagai langkah untuk mewujudkan semua daerah menjadi kota yang bersih dan hijau. Untuk mencapai itu, salah satu yang menjadi fokus adalah memperbanyak ruang terbuka hijau yang diharapkan bisa mereduksi banjir. Seperti diketahui banjir tidak bisa terlepas dari persoalan tata ruang.

Oleh karena itu, beralasan jika pemerintah berniat melakukan audit lingkungan, termasuk dalam hal ini adalah tata ruang dan peruntukan lahan apakah telah sesuai dengan peran dan fungsinya. Hal ini penting karena jika tidak segera dilakukan, ancaman terjadinya peralihan fungsi lahan semakin banyak terjadi dan imbasnya adalah bencana. Oleh karena itu semua kepala daerah pemenang pilkada serentak juga perlu segera melakukan audit lingkungan agar ancaman tata ruang bisa di reduksi.

Sinergi antara audit lingkungan dan tata ruang pada dasarnya amanat UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Tidak bisa dimungkiri bahwa pembangunan yang terjadi di perkotaan selama ini cenderung mengabaikan tata ruang dan peruntukan lahan. Fakta yang ada mengindikasikan banyak terjadi peralihan fungsi tanah dan ruang di perkotaan yang digantikan dengan fungsi kegiatan ekonomi bisnis. Salah satu contoh konkret dari peralihan fungsi lahan itu adalah semakin kecilnya luas area sawah. Bahkan di perdesaan semakin banyak terjadi peralihan fungsi lahan dan areal persawahan tergantikan dengan perumahan dan per mukiman. Akibatnya luas areal tanaman pangan semakin kecil dan hasil panen baik secara kuantitas maupun kualitas menurun.

Konsekuensi dari peralihan lahan itu sendiri, kasus impor pangan cenderung terus meningkat setiap tahun dan yang lebih ironis ternyata petani tidak semakin sejahtera dari kasus ini. Implikasi lanjutannya adalah migrasi ke perkotaan dan akibatnya kepadatan yang ada di perkotaan semakin meningkat dan kondisinya menjadi tidak layak huni.

Ke depan perlu ada reorientasi pemikiran mengenai program pembangunan perkotaan, yaitu indikasi keberhasilan tidak hanya dilihat dari banyaknya mal pusat per belanjaan atau gedung-gedung bertingkat, tetapi juga terbangunnya sinergi nilai secara sosial antara pusat-pusat kegiatan ekonomi bisnis dengan eksistensi lingkungan yang ada. Bahkan untuk mendukung hal ini, kalau memang dimungkinkan pemerintah bisa memberikan award kepada daerah yang mampu merealisasi harapan tersebut.

Edy Purwo Saputro

Dosen Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Solo

(Rani Hardjanti)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement