Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Amazon Investasi Rp14 Triliun, RI Segera Butuh Regulasi E-Commerce

Feby Novalius , Jurnalis-Kamis, 04 Oktober 2018 |10:17 WIB
Amazon Investasi Rp14 Triliun, RI Segera Butuh Regulasi <i>E-Commerce</i>
Ilustrasi: Foto Shutterstock
A
A
A

JAKARTA - Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) menilai Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Perdagangan Elektronik (e-commerce) harus segera diselesaikan. Pasalnya, perkembangan bisnis e-commerce yang sangat dinamis sekaligus mampu menstimulasi pertumbuhan volume bisnis e-commerce.

Untuk diketahui, kabar akan masuknya investasi Amazon senilai Rp14 triliun menambah deretan investasi ke industri teknologi digital Indonesia dalam jumlah fantastis. Masuknya investasi dari raksasa - raksasa pemain global ini pun menunjukkan besarnya potensi perkembangan teknologi digital Indonesia.

“Potensi industri e-commerce dan perkembangan yang terjadi saat ini sangat besar, sehingga regulasi juga seharusnya up to date dan mampu mendukung ekosistem bisnis ini. Sudah cukup lama sejak terakhir kami lihat draft RPP. Selepas itu, belum ada informasi terbaru terkait penjelasan dan solusi dari pemerintah terhadap poin - poin masukan kami di FGD dahulu," ujar Ketua Umum iDea Ignatius Untung dalam keterangan tertulisnya, Kamis (4/10/2018).

 

 Baca Juga: Amazon Investasi Rp14 Triliun di Indonesia, E-Commerce Lokal Jadi 'Komodo'

Berdasarkan Riset terbaru McKinsey & Company berjudul “The digital archipelago: How online commerce is driving Indonesia’s economic development”, menyebut bahwa saat ini Indonesia menjadi pasar perdagangan online terbesar di Asia Tenggara dengan nilai sekitar USD2,5 miliar, bahkan diproyeksikan akan mengalami kenaikan mencapai USD20 miliar pada tahun 2022. Secara makro pun, perdagangan online juga telah menciptakan empat juta lapangan pekerjaan dan diperkirakan mencapai 26 juta pada 2022.

Melihat potensi ekonomi mikro dan makro ini, tentunya dukungan dari berbagai pihak termasuk pemerintah masih sangat diperlukan untuk memaksimalkan potensinya. Salah satunya melalui regulasi yang dapat menciptakan equal playing field bagi ekosistem perdagangan online, termasuk pelaku industri dan konsumen.

 

Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Padjadjaran Bilal Dewansyah menilai, bahwa seharusnya sebuah pembentukan Peraturan Pemerintah (PP) mengandung asas keterbukaan dimulai dari tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengundangan hingga pengesahan.

“Ada amanat di bawah Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2011 yang kemudian dipertegas lewat Peraturan Presiden (PP) yang mewajibkan uji publik dan penyebarluasan naskah peraturan sejak rancangan dimulai, sehingga stakeholders pun dilibatkannya sejak awal juga," tuturnya.

Baca Juga: Ada Aturan Baru soal Impor E-Commerce, Pengusaha: Ini Baru Sehat

Lebih lanjut, Bilal menilai seharusnya pemerintah bersikap lebih transparan terhadap RPP yang sedang digarap, baik kepada pelaku industri maupun masyarakat luas. “Kalau memang itu dilakukan, harusnya fase penyebarluasan wajib dilakukan. Itu adalah suatu kewajiban bagi pemerintah dan hak bagi para pelaku industri. Sedangkan bagi masyarakat luas hal ini merupakan bagian dari bentuk partisipasi publik," ujarnya.

Asal tahu saja, pada 2015 pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah menggodok Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Perdagangan Elektronik (e-commerce). Namun tiga tahun bergulir hingga memasuki tahap finalisasinya, penyusunan RPP e-commerce tampaknya tidak tersorot publik luas.

Naskah terbaru RPP e-commerce pun tidak kunjung diperlihatkan kembali kepada para pelaku industri, sebagai pihak yang terkena dampak langsung dari regulasi tersebut dan wadah bernaungnya jutaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) seluruh Indonesia.

(Dani Jumadil Akhir)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement