Dia menjelaskan, pelemahan Rupiah dipicu kenaikan imbal hasil (yield) surat utang pemerintah AS (US Treasury) 10 tahun yang kini mencapai di atas 3,4%. Persentase tersebut meingkat tajam, mengingat selama ini suku bunga US Treasury 10 tahun sebesar 3%.
"Jadi melihat bahwa dinamika perekonomian AS itu sangat mendominasi dan pergerakannya itu sangat cepat sekali kalau dulu treshold untuk bond-nya AS yang 10 tahun adalah 3%, jadi waktu mereka mendekati 3%, memunculkan reaksi dari seluruh pergerakan terutama nilai tukar dan suku bunga internasional, sekarang sudah di atas 3 persen," jelas dia di Hotel Mulia, Bali.
Baca Juga: Rupiah Semakin Anjlok, Kini Tembus Rp15.217/USD
Ke depan, lanjut dia, juga dihadapkan kenaikan suku bunga acuan AS (Fed Fund Rate/FFR) akan terus berlanjut. Tahun ini akan sekali lagi mengalami kenaikan, setelah sebelumnya sudah 3 kali, sedangkan di tahun 2019 diperkirakan akan terjadi dua kali.
Dengan demikian, maka diperkirakan pergerakan nilai tukar Rupiah akan terus berlanjut seiring kenaikan FFR hingga di tahun depan. "Normalnya equilibrium (titik keseimbangan) belum tercapai karena masih yang dikatakan oleh Powell (suku bunga AS), kemungkinan masih akan berlangsung sampai tahun depan," terang dia.