JAKARTA - Menteri Agraria dan Tata Ruang atau Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil angkat bicara terkait kasus korupsi yang menimpa proyek hunian dari PT Lippo Group yakni Meikarta. Pasalnya, kasus korupsi ini menjadi perbincangan hangat seluruh masyarakat Indonesia belakangan ini.
Menurut Sofyan Djalil, dalam kasus Meikarta tersebut tidak ada yang melanggar tata ruang. Karena menurunnya, luasan lahan seluas 84 hektare (ha) yang dipergunakan untuk proyek Meikarta tersebut sudah memenuhi ketentuan untuk peruntukan tata ruang.
"Meikarta kan enggak ada masalah waktu itu Dirjen Tata Ruang, Dirjen Pengendalian menyampaikan surat kepada bupati (Bekasi) bahwa yang sudah selesai dan sesuai tata ruang itu adalah 84 hektare (ha)," ujarnya saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (19/10/2018).
Baca Juga: KPK Buka Peluang Periksa CEO Lippo Group James Riady
Sofyan Djalil juga mengaku tidak akan melakukan perubahan tata ruang meskipun proyek Meikarta tersebut sudah terseret kasus korupsi. Apalagi, jika masalah korupsi tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan tata ruang.
"ATR enggak ada masalah. Kalau misalkan perubahan tata ruang nanti akan kita lihat apakah ada siklusnya dengan tata ruang. Jadi, lebih ke masalahnya kita konsen ketidaksesuaian tata ruang dan rencana pembangunan," jelasnya.
Baca Juga: Geledah Rumah James Riady, KPK Sita Dokumen Izin Lippo Group Terkait Pembangunan Meikarta
Menurut Sofyan yang diketahui, inti permasalahan tersebut adalah ada pada perizinan di tingkat pemerintah daerah. Pasalnya, untuk mempermulus izin, Lippo justru melakukan cara tidak etis dengan cara memberi suap kepada Pemerintah Daerah.
Seperti diketahui, Lippo Group selaku pengembang Meikarta diduga menjanjikan uang Rp13 miliar bagi sejumlah pihak di Pemerintah Kabupaten Bekasi. Karena hal tersebut beberapa pejabat Pemda Bekasi hingga pegawai Lippo Group pun akhirnya tertangkap oleh KPK.
"Dan itu supaya diselesaikan sesuai peraturan perizinan yang berlaku. Jadi, itu surat kita sudah dilaksanakan. Karena izinnya lama dan apa itu makanya mereka cari jalan pintas dan akhirnya ketangkap KPK," jelasnya.
Baca Juga: Manajemen Lippo Group Mangkir dari Pemanggilan BEI?
Mantan Menteri Koordinator bidang Perekonomian tersebut menyebut jika adanya kasus suap ini menambah daftar hitam buruknya kasus perizinan yang ada di daerah. Oleh karenannya, adanya Online Single Submission harus lebih didorong agar perizinan di daerah bisa lebih transparan dan cepat.
"Izin itu masalah perizinan di tingkat pemda. Makanya perlu OSS seperti ini, supaya izin transparan dan segala macam. Bisa atau tidak sehingga orang tidak perlu pakai jalan-jalan belakang. Dengan mempermudah izin maka suap-suap seperti itu akan berkurang," jelasnya.
(Rani Hardjanti)