JAKARTA - Rencana Badan Pusat Statistik (BPS) menerbitkan data perdagangan elektronik atau e-commerce di Indonesia nampaknya masih jauh dari realisasi. BPS hingga saat ini masih sulit mendapatkan data dari para e-commerce.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, pihaknya tidak lagi bisa menjanjikan waktu rampungnya perekaman data e-commerce. Sebab, target untuk terealisasi pada akhir tahun ini pun gagal.
Baca Juga: Ekonomi Medsos Punya Peran Besar untuk Pertumbuhan UMKM
"Saya belum bisa janji deh. Saya pernah ngomong akhir tahun ini kan. Tapi itu pattern-pattern-nya enggak bisa akhir tahun ini, jadi perlu banyak waktu panjang," kata Suhariyanto disela-sela workshop BPS di Hotel Aston, Bogor, Sabtu (24/11/2018).
Perekaman data pada dasarnya sudah mulai dilakukan sejak awal 2018 dengan sasaran awal 20 e-commerce besar. Padahal, anggota asosiasi e-commerce Indonesia atau Indonesian e-commerce Assoisiation (IdEA) berjumlah 320 e-commerce.
"Kita baru dekati yang 20 pelaku utama. Kita masih harus berupaya keras, kita tunjukkan bahwa itu juga bermanfaat untuk mereka. Karena, ini memang sesuatu yang baru, di negara lain pun juga susah, tapi pada saatnya nanti akan saya kasih tahu (kalau sudah rampung)," katanya.
Adapun data yang akan ditangkap oleh BPS sebanyak 7 kategori. Di antaranya omzet, investasi asing dan lokal, transaksi, metode pembayaran, tenaga kerja serta teknologi dalam sebuah e-commerce. Rencananya, data transaksi e-commerce akan dimasukkan ke dalam data konsumsi rumah tangga.
Baca Juga: Impor Barang E-Commerce USD75 Bisa Diakali? Ini Kata Dirjen Bea Cukai
Selain itu, pelaku e-commerce tersebut akan diklasifikasikan ke dalam 9 kategori, yaitu marketplace atau e-retail, classified horizontal, classified vertical, travel, transportasi, specialty store, daily deals, logistik, payment.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)