JAKARTA - Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggelar rapat dengar pendapat dengan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terkait kondisi utang 10 perusahaan negara.
Deputi Bidang Restrukturisasi Kementerian BUMN Aloysius mengatakan sektor non keuangan total utang per September 2018 sebesar Rp1.960 triliun. Di mana paling banyak didominasi sektor migas Rp522 triliun dan kelistrikan Rp543 triliun.
"Selebihnya BUMN memainkan peran penting di infrastruktur sehingga pengembangan ini disertai utang BUMN konstruksi. Properti dan konstruksi Rp317 triliun, sektor telekomunikasi Rp99 triliun transportasi Rp75 triliun dan lain lain Rp403 triliun," ujarnya di komplek DPR RI Senayan Jakarta, Senin (3/12/2018).
Baca Juga: Bangun SPBU di Tol, Pertamina Gandeng HK dan Waskita Karya
Dia menjelaskan bahwa saat ini utang dari BUMN mencapai lebih dari Rp5.271 triliun per September 2018. Berdasarkan data unaudited atau belum diaudit, di mana utang tersebut meningkat dari 2016 yang jumlahnya Rp2.263 triliun.
"Dan tahun 2017 yang jumlahnya Rp4.830 triliun. Artinya dari 2017 ke September 2018, utang BUMN meningkat Rp441 triliun," tuturnya.
Baca Juga: Utang BUMN Tembus Rp5.271 Triliun, Siapa yang Terbesar?
Komisi VI DPR mencatat ada 10 BUMN dengan utang terbesar, mulai dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) hingga Pupuk Indonesia.
Berikut adalah rinciannya:
1. BRI menanggung utang Rp1.008 triliun.
2. Bank Mandiri menanggung utang Rp997 triliun.
3. BNI menanggung utang Rp660 triliun.
4. PLN menanggung utang Rp543 triliun.
5. Pertamina menanggung utang Rp522 triliun.
6. BTN menanggung utang Rp249 triliun.
7. Taspen menanggung utang Rp222 triliun.
8. Waskita Karya menanggung utang Rp102 triliun.
9. Telekomunikasi Indonesia menanggung utang Rp99 triliun.
10. Pupuk Indonesia menanggung utang Rp76 triliun.
(Feby Novalius)