JAKARTA – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyatakan, prospek BI 7-day reverse repo rate dan Fed Rate yang kini lebih dovish mengindikasikan terbatasnya kenaikan bunga simpanan rupiah dan valas ke depan.
Meski demikian, kondisi spesifik likuiditas di tiap kelompok bank bisa berimplikasi pada pergerakan suku bunga yang tidak seragam.
Kepala Group Risiko Perekonomian dan Sistem Keuangan LPS Dody Arifianto mengatakan, rata-rata bunga deposito rupiah bank bench mark LPS pada akhir Desember 2018 mencapai 6,15% yang naik 10 bps dari posisi akhir bulan sebelumnya.
“Hal sama terjadi pada rata-rata suku bunga minimum yang naik 4 bps ke posisi 4,99% dan suku bunga maksimum yang meningkat 16 bps menjadi 7,31%,” ujar Dody di Jakarta.
Baca Juga: Perbankan Diminta Tak 'Lebay' Respons Kenaikan Suku Bunga
Jika melihat special rate deposito tenor satu bulan per BUKU, kelompok bank BUKU 3 tercatat masih memberikan suku bunga tertinggi, yaitu 7,73% pada akhir Desember 2018. Sementara special rate di kelompok BUKU 3 pada bulan lalu naik 28 bps dari posisi akhir November, lebih tinggi dari kenaikan di kelompok BUKU lain yang berkisar 20-23 bps.
Adapun, rata-rata bunga deposito valas industri mengalami kenaikan sebesar 7 bps pada bulan lalu menjadi 1,23%. “Ruang peningkatan bunga bank masih terbuka,” ujarnya.
Sementara itu, likuiditas perbankan mulai melonggar. Tercatat loan to deposit ratio (LDR) perbankan turun dari 94,03% menjadi 93,63% pada November 2018.
Baca Juga: Perang Suku Bunga Perbankan pada 2019 Makin Sengit
Bank Indonesia (BI) juga mengatakan kondisi likuiditas tahun ini akan lebih baik jika capital inflows (masuknya aliran dana asing) berlanjut. Pasalnya, capital inflows bisa membuat dana pihak ke tiga (DPK) di perbankan meningkat.
“Angka LDR sudah kami cermati di mana pertumbuhan kredit sudah mulai di-cover. Sejak November 2018 selain tiap hari lakukan lelang kontraksi moneter, BI juga beberapa kali melelang operasi ekspansi,” ujar Deputi Gubernur Bank Indonesia Mirza Adityaswara.
Karena itu, BI memastikan kondisi likuiditas cukup dan mendanai untuk pertumbuhan kredit tahun 2019. Secara keseluruhan, kata Mirza, stabilitas sistem keuangan tetap terjaga disertai fungsi intermediasi tetap baik dan risiko kredit yang terkendali.
Baca Juga: Kinerja Perbankan RI di Akhir Tahun Membaik, Ini Buktinya
Rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio /CAR) perbankan tetap tinggi mencapai 23,3% dan rasio likuiditas (AL/DPK) masih aman, yakni sebesar 20,1% pada November 2018. Selain itu, rasio kredit bermasalah (non performing loan /NPL) tetap rendah, yaitu sebesar 2,7% (gross) atau 1,2% (net).
Sementara pembiayaan ekonomi melalui pasar modal, penerbitan saham (IPO dan rights issue), obligasi korporasi, medium term notes (MTN), dan negotiable certificate of deposit (NCD) selama Januari hingga November 2018 tercatat sebesar Rp197,1 triliun (gross) atau turun dibandingkan dengan capaian periode sama pada 2017 sebesar Rp276,9 triliun (gross). (Kunthi Fahmar Sandy)
(Dani Jumadil Akhir)