JAKARTA - Moda Terpadu Raya (MRT) Jakarta sudah beroperasi dengan tarif dari Bundaran HI-Lebak Bulus Rp14.000. Tarif MRT ini lebih mahal dari keputusan DPRD DKI Jakarta yang mematok Rp8.500 per 10 kilometer (km).
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Minggu 24 Maret 2019 meresmikan fase 1 MRT Jakarta dan telah resmi beroperasi untuk masyarakat Jakarta mulai Senin 25 Maret.
MRT Jakarta memiliki 13 stasiun dan akan beroperasi dengan delapan rangkaian kereta mulai pukul 05.30 sampai 22.30 WIB selama Maret–April. Setelah itu, jumlah rangkaian ditingkatkan menjadi 16 dan jam operasional ditambah dari pukul 05.00 hingga 24.00 WIB.
Baca Juga: YLKI: Tarif MRT Rp10.000 Masih Masuk Akal
Mengutip keterangan resmi YLKI, Jakarta, Rabu (27/3/2019), dalam pandangan YLKI, besaran tarif MRT harus benar-benar memperhatikan aspek ability to pay atau kemampuan membayar konsumen. Bahkan harus ada gambaran konkrit, berapa sebenarnya alokasi anggaran/belanja transportasi calon konsumen MRT, dari total pengeluaran dan pendapatannya.
Hal ini harus diback up dengan hasil survei yang komprehensif dan meyakinkan. Tanpa memerhitungkan aspek kemampuan membayar konsumen, maka MRT Jakarta akan ditinggal konsumennya, alias tidak laku.
Baca Juga: Ini Daftar Lengkap Tarif MRT Jakarta Antar-Stasiun
Namun kemampuan membayar ini harus dielaborasi, siapakah mayoritas pengguna MRT? Pemprov juga harus punya data, untuk tujuan apa konsumen memilih menggunakan MRT? Jika tujuannya karena faktor kenyamanan dan efisiensi waktu tempuh maka tarif Rp10.000 juga masih make sense.
Jika operasional MRT dan LRT tidak ditunjang dengan tarif yang terjangkau, tidak ada pembatan penggunaan kendaraan pribadi, plus tak ada feeder transport yang memadai, maka MRT hanya akan menjadi besi tua di Kota Jakarta.
(Dani Jumadil Akhir)