JAKARTA - Industri manufaktur akan menjadi pekerjaan rumah yang krusial bagi pasangan presiden dan wakil presiden yang akan memimpin Indonesia 5 tahun mendatang. Sebab untuk bisa mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi, perlu mendorong industri manufaktur Indonesia.
Menurut Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal, permasalahan industri manufaktur harus menjadi pembahasan dalam debat calon presiden dan calon wakil presiden pada 13 April 2019 mendatang. Masing-masing pasangan calon (paslon) harus memberikan strategi untuk mendorong industri manufaktur di Tanah Air.
"Jadi debat capres nanti mestinya membahas industri manufaktur sebagai bagian dari agenda yang penting dalam 5 tahun ke depan," kata dia dalam diskusi ekonomi di Hongkong Cafe, Jakarta, Selasa (9/4/2019).
Faisal menjelaskan, negara-negara yang mampu memacu pertumbuhan ekonominya dengan tinggi karena didorong industri manufaktur. Terlihat pertumbuhan industri manufaktur melampaui pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB).
Baca Juga: Industri Manufaktur RI Dipamerkan di Jerman
Seperti Korea Selatan pada tahun 2019 industri manufaktur tumbuh 4,35%, sedangkan pertumbuhan PDB 3,06%. Dengan tahun yang sama, industri manufaktur Vietnam tumbuh 14,4%, dengan pertumbuhan PDB 6,8%.
"Sementara Indonesia sudah lebih dari 10 tahun (industri manufaktur) tumbuhnya di bawah pertumbuhan ekonomi nasional. (Data tahun 2017) industri manufaktur hanya tumbuh 4,27%, padahal ekonomi nasional tumbuh 5,17%. Maka ini harus jadi agenda ke depan," jelas dia.
Dia menyatakan, ke depan Indonesia tak bisa terus bergantung pada ekspor komoditas, sebab tren harga komoditas cenderung menurun. Sehingga diperlukan strategi merevitalisasi industri manufaktur.
Seperti pada soal industri kayu, Indonesia merupakan eksportir kayu terbesar di dunia, namun tidak untuk produk turunannya yakni furnitur. Hal ini karena lemahnya industri hilir Indonesia.
"China unggul sebagai eksportir furnitur terbesar di dunia. Indonesia ranking-nya malah turun dari 2001 eksportir nomor 12, tahun 2017 turun jadi 17. Tapi kita tetap sebagai eksportir kayu terbesar. Ke mana ekspornya? ke China," katanya.
Baca Juga: Menperin: Kepercayaan Investor Terus Tumbuh
Persoalan lainnya seperti industri manufaktur di sektor telepon seluler. Melalui kebijakan mendorong Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dalam investasi di industri ini di tahun 2014-2015, jumlah impor telepon seluler pun berkurang. Namun digantikan dengan meningkatnya impor suku cadang telepon seluler.
Menurut Faisal, kondisi ini terjadi karena industri hulu telepon seluler belum bisa mengimbangi industri hilirnya. "TKDN itu belum jalan baik, karena industri pendukungnya belum siap untuk men-support industri hilir yang masuk ke dalam negeri. Jadi ini PR ke depan untuk bangun industri hulu untuk kebutuhan industri hilir kita," ungkapnya.
(Feby Novalius)