Menurut Darmin, kalaupun Uni Eropa pada akhirnya memberlakukan aturan diskriminatif tersebut, bukan berarti sawit Indonesia tidak boleh masuk ke sana, sawit boleh masuk cuma tidak mendapatkan insentif.
Sebelumnya Darmin mengatakan bahwa Uni Eropa menawarkan kepada Indonesia buat saja prosedur platform untuk pembahasan bersama dan saling berkunjung. Dia mengungkapkan hal tersebut merupakan salah satu bagian dari hasil kunjungan delegasi joint mission negara-negara produsen sawit (CPOPC) ke markas Uni Eropa di Brussels, Belgia.
Uni Eropa hanya menyarankan adanya usulan komunikasi baru bersama dan tidak ada perubahan regulasi dari ketetapan yang sudah dibuat sebelumnya. Usulan pembicaraan bersama ini diharapkan dapat mengubah hasil kajian terkait sawit dari sebelumnya berisiko tinggi menjadi bukan risiko tinggi paling cepat pada 2021. Indonesia sendiri saat ini sedang menunggu proposal lanjutan dari Uni Eropa.
Menurut Darmin, hal itu terjadi karena metodologi dan hipotesa yang digunakan Uni Eropa tentang risiko dan pengaruh buruk kelapa sawit ditetapkan secara sepihak, bertentangan dengan fakta dan tanpa adanya analisis dampak.
Baca Juga: Diskriminasi Kelapa Sawit, Penyerapan Biodiesel Jadi Strategi Paling Efektif