Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Ponsel Ilegal Diblokir, Ini Kata Ombudsman

Taufik Fajar , Jurnalis-Senin, 08 Juli 2019 |18:38 WIB
Ponsel Ilegal Diblokir, Ini Kata Ombudsman
Ilustrasi Ponsel Ilegal (Telegraph)
A
A
A

JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian berencana membuat aturan yang membatasi peredaran ponsel (handphone) ilegal dengan memblokir International Mobile Equipment Identity (IMEI) yang tidak tercatat di database.

Rencananya dalam melakukan rencana tersebut, kementrian perdagangan menggandeng Qoalcom untuk menyediakan mesin validasi yang bernama DIRBS (device identification, registration and blocking system). Diyakini teknologi ini paling sakti memberantas peredaran ponsel ilegal dengan memblok IMEI di India, Turki dan Kolombia serta negara lainnya.

 Baca Juga: Peredaran Ponsel Ilegal Dipantau

Mengenai rencana pemerintah tersebut Komisioner Ombudsman Republik Indonesia Alamsyah Saragih menilai positif mengenai rencana tersebut. Namun Alamsyah mewanti-wanti pemerintah, dalam mengeluarkan regulasi, harus hati-hati.

"Karena akan banyak masyarakat dan pedagang handphone yang akan terkena dampak dari kebijakan pemerintah tersebut," katanya di Jakarta, Senin (8/7/2019).

Sebelum mengeluarkan regulasi tersebut, Alamsyah berpendapat seharusnya pemerintah melakukan investigasi mendalam terlebih dahulu. Tujuannya agar pemerintah tau benar sumber masuknya barang-barang haram tersebut.

 Baca Juga: Industri Ponsel Lokal Meroket, Selamat Tinggal iPhone Cs

Lanjut Alamsyah, maraknya peredaran HP ilegal di Indonesia ini sudah terjadi sebelum diberlakukannya post border. Harusnya sebelum post border peredaran ponsel ilegal minim. Karena regulasinya masih ketat. Namun setelah keluarnya aturan post Border ponsel ilegal semakin marak.

"Pemerintah harus mencari tahu dari mana barang itu masuk apakah ada maladministrasi atau tidak. Jika ada aparat yang melakukan pembiaran terhadap masuknya barang ilegal, pemerintah melalui aparat yang berwenang harus menindak. Selidiki dahulu apakah ada maladministrasi. Lalu jika memang dibutuhkan regulasi untuk memperkuat, pemerintah bisa membuatnya. Namun dalam membuat regulasi tersebut masyarakat jangan dikorbankan. Jika sampai IMEI diblok maka yang akan dirugikan adalah masyarakat," katanya.

Lanjut Alamsyah, Kementrian Perindustrian saat ini memiliki aparat pemeriksa dan memiliki kewajiban untuk melakukan pemeriksaan. Dengan aparat yang dimiliki seharusnya Kementrian Perindustrian bisa melakukan pengecekan dan pemeriksaan barang-barang tersebut legal atau ilegal.

Setelah investigasi dilakukan dan ada bukti vendor atau distributor terlihat dalam peredaran HP haram tesebut, Alamsyah meminta agar mereka bertanggung jawab. Tujuannya agar masyarakat tidak dirugikan dan tujuan pemerintah memberantas ponsel haram ini terwujud, Alamsyah meminta agar vendor HP dan distributor dapat bertanggung jawab. Menurut Alamsyah distributor dan vendor tidak boleh lepas tangan terhadap peredaran ponsel ilegal di Indonesia.

"Regulasi yang nanti ada tak boleh merugikan masyarakat. Pemerintah harus memberikan perlindungan kepada masyarakat. Vendor dan distributor harus bertanggung jawab dengan membayar pajak atas HP ilegal yang beredar di Indonesia, Sebab konsumen tak tahu apakah barang yang dibelinya legal atau ilegal. Jangan sampai pemerintah mendapatkan gugatan dari konsumen," katanya.

Jadi semua HP yang dianggap ilegal, harus dihitung berapa jumlahnya. Lalu vendor dan distributor terlibat harus membayar pajak yang harus ditanggung.

"Pemerintah jangan utak-atik regulasi yang ada terlebih dahulu. Pastikan dulu pelanggaran peredaran ponsel ilegal ini dari mana. Jika emang ada aturan yang lemah, maka pemerintah harus segera memperbaiki. Kalau tak ada aturan yang lemah berarti selama ini ada prosedur yang dilanggar. Kalau ada pelanggar pemerintah harus menindak. Bukan aturannya yang diotak-atik," terang Alamsyah.

(Dani Jumadil Akhir)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement